Laen ladang laen belalang, Laen kampung, laen juga adat warganye

Thursday, August 25, 2005

THE HISTORY OF DEPOK CITY

Hari Kamis kemaren ane jalan-jalan ke ITC Depok yang baru dibuka tanggal 24 Agustus 2005 yang lalu. Ini adalah pusat perbelanjaan teranyar di kota Depok yang telah buka di antara tiga pusat perbelanjaan lain yang sedang dibangun. Ada tiga pusat perbelanjaan di kota Depok yang sedang dibangun dan salah satunya adalah ITC Depok. Dibukanya mall baru ini ternyata sangat menarik minat masyarakat untuk mengunjunginya walaupun di Depok telah berdiri mall-mall megah lain yang tak kalah lengkap.

Depok sekarang yang jadi kotamadya sejak 1999, penduduknya melonjak lebih dari 10 kali lipat. Berpenduduk lebih dari 1.335.734 jiwa, ia sudah dikatagorikan sebagai kota besar. Laju penduduk masih terus melejit. Kini belasan perusahan real estat dengan penuh gairah tengah membangun ribuan rumah dan beberapa pusat perbelanjaan di Depok. Hingga hampir tidak tersisa lagi lahan persawahan dan perkebunan Bahkan sejumlah setu ikut menciut, tergusur dan menghilang samasekali menjelma menjadi hutan beton. . Tak heran jika sang penguasa lama Depok bersikukuh mempertahankan kedudukannya walaupun dia telah jelas-jelas kalah dalam Pilkada kemarin. Padahal ketika Presiden Soeharto meresmikan Perumnas tahun 1976, penduduknya tidak lebih 100 ribu jiwa.

Kala itu, Depok hanya merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor. Suasananya juga jauh dari keramaian dan tidak sepadat sekarang. Kalau Saudara masuk ke kawasan Universitas Indonesia Depok, hampir seperti itulah kondisi Depok saat itu. Banyak pepohonan, perkebunan, sungai, setu dan rawa-2. Keramaian biasanya ada tak jauh dari jalan Margonda Raya atau stasiun-stasiun kereta. Babeh ane punya perkebunan di daerah Citayam Jawa Barat dan sejak kecil saya sering ikut beliau ke sana. Kadang kami mampir dulu di pasar Depok sebelum menuju ke Citayam. Jadi walau tinggal di Jakarta, saya sudah akrab dengan suasana Depok, apalagi sekarang kerja di Depok pula (bete banget kan!!)

Sejarah Depok tak bisa mengabaikan Cornelis Chastelein. Dialah orang Belanda yang membuat daerah Depok memiliki kekhasan tersendiri. Cornelis Chastelein adalah lelaki keturunan Perancis-Belanda. Ayahnya, Anthonie Chastelein, adalah seorang Perancis yang menyeberang ke Belanda dan bekerja di perusahaan milik Belanda, VOC (Verenige Oost Indische Compagnie). Ibunya bernama Maria Cruidenar, putri seorang walikota Dordtrecht. Anak bungsu ini, kemudian juga mengikuti jejak ayahnya, bekerja di VOC. Ia berangkat ke Indonesia dengan menumpang kapal uap. Setelah berlayar selama tujuh bulan, melalui Tanjung Harapan, ujung selatan Benua Afrika, ia tiba di Batavia (Betawi).
Setelah beberapa bulan tinggal di Batavia, ia mengawini seorang gadis Belanda, Catharina van Vaalberg. Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai seorang anak yang diberi nama sama dengan ayahnya, Anthonie Chastelein.


Cornelis Chastelein pemuda yang rajin. Tak aneh kalau kariernya cepat menanjak. Ia juga seorang yang hemat. Ketika terjadi peralihan jabatan dalam tubuh VOC, dimana jenderal Willem van Outhorn menggantikan Jenderal Johanes Camphuys, Chastelein akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri. Ia merasa tak cocok lagi bekerja di situ.
Chastelein kemudian menjadi seorang wirasastawan. Ia mencurahkan perhatiannya pada sektor pertanian. Pada akhir abad 17, ia membeli tanah di kawasan Depok, Jawa barat. Untuk mengerjakan tanah yang luasnya ratusan hektar itu, ia mendatangkan pekerja-pekerja dari Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Betawi.

Sebagai tuan tanah partikelir, Chastelein berhak mengurus tanahnya dan memerintah sesuai garis kebijaksanaan yang ditetapkannya sendiri, tanpa campur tangan pihak luar. Dan ia memang menyiapkan pemerintahannya itu.Rumah sakit Harapan, yang terletak di jalam Pemuda, dahulu adalah gedung pemerintahannya. Kepada warganya, Chastelein mengenakan cukai setiap kali panen padi. Besarnya 20 persen dari hasil yang diperoleh.
Chastelein berhasil membangun Depok. Sampai awal abad 20, suasana Depok memang asri. Iklim sejuk, dengan hamparan sawah disana-sini. Pohon bambu merumpun, dan jalan-jalan berbatu nampak bersih. Selama di Depok, Chastelein juga mengawini dua wanita pribumi. Dari salah seorang istrinya lahirlah Maria Chastelein, yang diakuinya dihadapan notaris. Anaknya yang lain diberi nama Catharina van Batavia.

Ketika 1714 Cornelis Chastelein, petinggi VOC dan tuan tanah Depok meninggal dunia dengan meninggalkan wasiat; menghibahkan tanah Depok seluas 1.224 hektar pada para budaknya setelah lebih dulu mereka menukar agama jadi Kristen Protestan. Keturunan para budak inilah yang dapat kita jumpai di Depok Lama dijuluki Belanda Depok. Julukan ini tidak menyenangkan mereka, karena dianggap antek Belanda. Tapi mereka tidak tersinggung disebut keturunan budak, karena kenyataan demikian.

Lalu ada sejarawan Belanda menulis bahwa nama Depok berasal pada masa Cornelis Chastelein. H Nawawi Napih, penduduk Depok yang sejak 1991 mengadakan penelitian membantah Depok baru dikenal sejak masa Cornelis Chastelein membangun perkebunan di sini. Pendapatnya yang sama dikemukakan H Baharuddin Ibrahim dkk dalam buku 'Meluruskan Sejarah Depok'. Karena sebelum Chastelein membeli tanah Depok, nama kota ini telah ada. Mereka mengutip cerita Abraham van Riebeeck ketika pada 1703, 1704, dan 1709 selaku inspektur jenderal VOC mengadakan ekspedisi menelusuri sungai Ciliwung. Melalui rute: Benteng (Batavia) - Cililitan - Tanjung (Tanjung Barat) - Seringsing (Serengseng) - Pondok Cina - DEPOK - Pondok Pucung (Terong). Tapi ada beda pendapat tentang Sejarah Depok yang disusun H Nawawi Napih dan H Baharuddin Ibrahim.

Napih, yang mendapat keterangan berdasarkan cerita MW Bakas, salah seorang keturunan asli Depok yang mengatakan, waktu perang antara Pajajaran dengan Banten-Cirebon (Islam) tentara Pajajaran membangun padepokan untuk melatih para prajuritnya dalam mempertahankan kerajaan. Padepokan ini dibangun dekat Sungai Ciliwung. Terletak antara pusat kerajaan Pajajaran (Bogor) dan Sunda Kelapa (Jakarta). Perkembangan selanjutnya padepokan ini disebut Depok sesuai lidah melayu.

Dikutip dari berbagai sumber

Tuesday, August 23, 2005

KEHIDUPAN DI BATAVIA 1920-an

Pada tahun 1928 Batavia berpenduduk 450 ribu jiwa, 25 ribu diantaranya orang Eropa. Di antara orang Eropa itu, dua pertiganya Indo-Belanda. Mereka tersebar diseluruh kota, hidup dalam rumah besar maupun dalam tempat tinggal sederhana. Bahkan banyak yang tinggal di sepanjang jalan becek dan kotor di kampung-kampung yang terletak di pinggir kota, seperti Kemayoran, Jakarta Pusat. Kampung ini dikenal dengan istilah Belanda Kemayoran. Maksudnya, Indo Belanda yang tinggal di Kemayoran.

Tapi, bukan hanya di Kemayoran. Di beberapa kampung juga banyak tinggal para Indo Belanda mapun totok. Kalau yang belakangan ini tidak mau bergaul dengan orang kampung, tidak demikian dengan para Indo. Saat tinggal di Kwitang semasa kecil, saya banyak bergaul dengan para Indo Belanda. Hampir tiap hari bermain sepakbola dengan mereka baik di lapangan Kwitang, maupun Gambir (kini Monas). Warga Belanda dan Indo meninggalkan Indonesia pertengahan 1950-an ketika hubungan kedua negara putus karena masalah Irian Barat (Papua).



Kembali ke situasai Batavia 1928, kala itu rumah-rumah besar mendominasi pusat kota. Sampai 1950-an, di jalan raya antara Kramat, Salemba, Matraman, dan Jatinegara, terdapat banyak rumah (gedung) besar dengan pekarangan yang begitu luas. Kini gedung-gedung tersebut berubah fungsi menjadi perkantoran, perusahaan dan perhotelan. Salah satunya adalah Gedung Arsip Nasional dan Departemen Sosial, keduanya di Salemba yang dulunya merupakan rumah tinggal. Rumah-rumah tersebut pada awalnya dibangun sebagai tempat tinggal di luar kota (county residence) bagi orang Eropa, namun secara bertahap mereka terserap menjadi wilayah pinggiran kota.

Ketika itu, tulis Pamela Pattynama dalam buku Recalling the Indies, status dan kemakmuran penduduk dapat diukur dari tempat tinggalnya. Beberapa rumah menyerupai istana dengan ruangan dingin beratap tinggi yang dilengkapi galeri dan teras marmer dilatari dengan halaman rumput, hiasan pohon palem dan pohon lainnya.

Kala itu, kawasan Menteng baru saja dibangun (awal 1920-an). Di atas tanah seluas 600 hektar, ratusan pekerja termasuk para arsitek, terlihat sibuk membangunm Menteng untuk dijadikan sebagai kawasan elit Eropa. Ketika Menteng dibangun, para penduduknya (warga Betawi), dipindahkan ke Karet, Jakarta Pusat. Mereka yang tergusur telah meningkatkan ganti rugi dari lima sen menjadi lima perak (gulden) per m2. Syarikat Islam (SI) yang kala itu baru berdiri turut berperan membela penduduk hingga mendapat ganti rugi yang layak.


Seperti diceritakan Pamela Pattynama, dosen luar biasa pada Amsterdam University yang mengadakan penelitian untuk tesisnya, rumah-rumah besar tempat tinggal para elit Indo, memilikki banyak pembantu. Pada pukul lima pagi koki sudah menyiapkan kopi tubruk untuk tuan rumah sambil mengisap cerutu. Sementara tukang-tukang kebun menyapu dan membersihkan halaman dengan sapu lidi besar. Sedangkan tukang rumput membersihkan dan memangkas rumputnya. Sementara para babu sibuk menyiapkan hidangan sarapan yang terdiri dari bubur, roti dan biskuit, dengan selai atau keju.

Dalam kehidupan sehari-hari para Indo lebih banyak mengikuti adat istiadat penduduk setempat. Para wanitanya, bila berada di dalam rumah menggunakan kebaya dan kain batik. Baru di luar rumah mereka mengenakan pakaian Barat. Sedangkan pria memakai piyama pada sore hari setiba dari kantor. Sementara para nyonya memakai kimono atau hoskut. Kala itu, kantor-kantor umumnya berada di kawasan Kota. Mereka ke kantor dengan menggunakan mobil, delman atau trem listrik, yang mendominasi angkutan ketika itu.

Sepeda juga banyak digunakan, se hingga di jalan-jalan Batavia ada jalur khusus untuk sepeda. Pukul 12.00 siang, saat jam istirahat kantor, dari rumah dikirimkan rantang berisi nasi, sayur mayur, dan kerupuk. Rupanya kala itu di kantor-kantor tidak terdapat kantin seperti sekarang. Atau mungkin harganya lebih mahal.

Kehidupan kala itu sangat tenang, tidak dipusingkan oleh kemacetan lalu lintas, dan gangguan keamanan. Tidak heran pada sore hari mereka dapat berpesiar dengan leluasa ke pusat-pusat pertokoan di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Pasar Baru. Mereka akan membeli kosmetik dan barang-barang renik serta melihat-lihat desain terbaru Bonnefaas, perancang busana terkenal. Tujuan utama dari jalan-jalan shopping mereka adalah toko The Little Swiss Fashion House dan Vesteeg Fashionj Emporium untuk memperoleh pakaian wanita yang mewah.


Jika tidak menemukan apapun yang mereka sukai, mereka akan mengunjungki toko Maison dxe Bonneterie dan toko Au Printemps di Jl The Risjwijk (kini diujung Hayam Wuruk), yang masih memperoleh koleksinya langsung dari Paris. Dalam waktu pertengahan mereka minum kopi di Stam and Wijen, atau membeli es krim di Ragusa's (sampai kini masih buka di Jl Veteran I).

Ketika itu, film bicara baru saja dimulai menggantikan film bisu. Sejumlah bioskop kelas satu antara lain Rembrandt Theatre, Globe Bioscoop, Decapark, dan Troelie. Kini hanya tinggal bioskop Globe di Pasar Baru. Bintang film yang jadi pujaan penonton, khususnya para gadis, adalah Rudolph Valentino, yang berwajah tampan dan seksi.

Pada hari-hari Minggu bila tidak ke tempat peranginan di Buitenzorg (Bogor), para pemuda dan gadis pergi ke zwembad (pemandian) Manggarau atau Cikini di Weltevreden. Jadi tradisi kala itu, di kolam renang dari pukul 11 ada pertunjukan band. Para muda-mudi ini datang ke kolam renang dengan sepeda motor empat gigi -- Royal Enfield dan Harley Davidson. Setelah berenang dan dengar musik, mereka pun berdansa, dan splitjes (meminum minuman beralkohol).

( Alwi Shahab from Republika)

Para meneer jang sedang diambil gambarnja di Batavia

Monday, August 22, 2005

PENGOEMOEMAN !!!



DAG INLANDER... HAJOO URANG MELAJOE... KOWE MAHU KERDJA???
GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE PERLU KOWE OENTOEK DJADI BOEDAK ATAOE
TJENTENK DI PERKEBOENAN-PERKEBOENAN ONDERNEMING KEPOENJAAN GOVERNEMENT
NEDERLANDSCH INDIE

DJIKA KOWE POENYA SJARAT DAN NJALI BERIKOET:
1. Kowe poenja tangan koeat dan beroerat
2. Kowe poenja njali gede
3. Kowe poenja moeka kasar
4. Kowe poenja tinggal di wilajah Nederlandsch Indie
5. Kowe boekan kerabat dekat pemberontak-pemberontak ataoepoen maling ataoepoen mereka jang soedah diberantas liwat actie politioneel.
6. Kowe beloem djadi boedak nederlander ataoepoen ondernemer ataoe toean tanah ataoe baron eropah.
7. Kowe maoe bekerdja radjin dan netjes.

KOWE INLANDER PERLOE DATANG KE RAWA SENAJAN DISANA KOWE HAROES DIPILIH LIWAT DJOERI-DJOERI JANG BERTOEGAS:
1. Keliling rawa Senajan 3 kali
2. Angkat badan liwat 30 kali
3. Angkat peroet liwat 30 kali

Kowe mesti ketemoe Mevrouw Shanti, Meneer Tomo en Meneer Atmadjaja
Kowe nanti akan didjadikan tjentenk oentoek di Toba, Buleleng, Borneo, Tanamera Batam, Soerabaja, Djakarta en Riaoeeiland.

Governement Nederlandsch Indie memberi oepah :
1. Makan 3 kali perhari dengan beras poetih dari Bangil
2. Istirahat siang 1 uur.
3. Oepah dipotong padjak Governement 40 percent oentoek wang djago.

Haastig kalaoe kowe mahoe...

Pertanggal 31 Maart 1889
Niet Laat te Zijn Hoor..
Batavia 1889
Onder de naam van Nederlandsch Indie Governor
Generaal
H.M.S Van den Bergh S.J.J de Gooij


Iklan ini asli kutipan dari koran bertahun 1889 diambil di Perpustakaan Nasional

NONTON WAYANG KULIT

Dalam rangka memperingati HUT RI ke-60, pengelola Pusat Perkampungan Betawi Setu Babakan menyelenggarakan berbagai acara perlombaan dan pertunjukan tradisional bergaya Betawi. Katanya sih acara-acaranya dimulai sejak tanggal 18 Agustus 2005 sampe hari Ahad 21 Agustus 2005. Selama empat hari itu dilaksanakan berbagai perlombaan seperti lomba perahu, lomba bikin lampion, lomba nari, marawis, panjat pinang dan sebagainya. Selain itu digelar berbagai perunjukan tradisional Betawi semacam lenong, tari topeng, tandijor, rebana biang, wayang kulit betawi dan lain-lain. Dan acaranya juga diiisi beberapa seniman betawi yang udah kondang semacam Haji Bolot, Malih, Mpok Nori, Nirin Kumpul dll.

Nah, malem Ahad kemaren, ane nonton pertunjukan Wayang Kulit Betawi yang pada malem itu dibawakan oleh Sanggar Marga Juwita pimpinan Ki Dalang Surya Bonang dari Jagakarsa Jakarta Selatan. Ki Surya Bonang itu termasuk seniman Betawi yang langka, karena di Jakarta ini mungkin hanya beliau Dalang Betawi yang masih survive sampai sekarang. Kebetulan rumah beliau tak jauh dari rumah ane. Wayang Kulit Betawi termasuk salah satu kesenian Indonesia yang sudah langka.Bahkan ada warga Jakarta yang nggak tahu bahwa dalam kesenian Betawi ternyata juga ada wayang kulit. Wayang kulit versi Betawi sebenarnya nggak jauh beda dengan wayang kulit versi Jawa atau Sunda. Ceritanya mengambil lakon dari cerita-cerita Mahabharata atau cerita versi karangan namun tetap mengambil setting yang sama.

Ada beberapa hal yang membedakannya dan menjadi ciri khas wayang kulit betawi dalam setiap pertunjukan. Perbedaan pertama yang paling mencolok tentu saja bahasa yang digunakan. Sebenarnya wayang kulit Betawi tidak murni memakai bahasa Betawi dari awal sampai akhir. Bahasa yang digunakan sang Dalang bisa dibilang campuran antara bahasa Betawi, Sunda dan Jawa. Bahkan sesekali sang Dalang menggunakana bahasa Betawi kuno yang saya sendiri kurang memahaminya. Perbedaan kedua ada pada Sinden/sintren yaitu orang (biasanya wanita) yang menyanyikan tembang atau lagu-lagu pengiring. Pada wayang kulit Betawi, tembang yang dibawakan Sinden adalah lagu-lagu berbahasa sunda. Dan biasanya sebelum pertunjukan wayang dimulai, Sinden menerima permintaan lagu-lagu dari penonton, tentu saja dengan saweran uang. Tapi saat pertunjukkan wayang dimulai, peranan si Sinden diminimalisir. Perannya lebih digantikan oleh alat-alat musik terutama trumpet. Perbedaan selanjutnya adalah alat musik yang yang mengiringi pertunjukan tersebut tidaklah sebanyak atau selengkap wayang kulit Jawa atau wayang golek Sunda. Jenisnya sih sama saja, namun ada beberapa alat yang dihilangkan. Biasanya alat musik tersebut terdiri dari kendang, gong, saron, kempul, kedemung, kromong, rebab, kecrek, trompet, dan kromong.

Yang umum kentara adalah isi cerita yang sarat dengan humor atau banyolan gaya Betawi yang begitu kental. Kalau pada wayang kulit Jawa, adegan humor atau banyolan biasanya baru hadir saat sang Dalang menampilkan punakawan atau karakter komedian yang lain. Tapi pada wayang kulit Betawi, kadang sepanjang cerita diselingi humor atau banyolan, walaupun adegan tengah menceritakan dialog di antara ksatria pandawa.

Wayang kulit betawi adalah kesenian tradisional masyarakat Betawi pinggiran. Biasanya yang menanggapnya adalah masyarakat betawi yang tinggal dekat dengan daerah perbatasan Jawa Barat seperti misalnya Jagakarsa, Sawangan, Tanggerang, Bambu Apus,Ciracas dan sebagainya. Hal itulah yang menyebabkan kesenian tersebut juga kental dipengaruhi oleh budaya Sunda. Konon kesenian ini pada awalnya dibawa oleh para prajurit Mataram pimpinan Sultan Agung, ketika menyerang VOC di Batavia pada zaman J.P Coen berkuasa sekitar abad ke-17.

Saat ini kesenian Wayang Kulit Betawi merupakan kesenian tradisional yang sudah langka. Mungkin karena dalang-dalangnya yang semakin sedikit dan banyak yang sudah uzur serta animo masyarakat yang tak lagi tinggi. Padahal pada era 70 sampai 80an, Kesenian Wayang Kulit Betawi pernah mencapai masa keemasannya. Sering sekali pertunjukan Wayang Kulit digelar di kampung-kampung di Jakarta terutama jika ada warga yang merayakan pesta perkawinan anaknya. Bahkan dahulu pernah diadakan Festival Wayang Kulit Betawi yang digelar Dinas Kebudayaan DKI Jakarta setiap tahun. Selama itu pula, publikasi Wayang Betawi sangat gencar. Bahkan TVRI berkali-kali memberikan kesempatan kepada para dalang Betawi untuk tampil.

Saturday, August 20, 2005


Ini daerah Pasar Baru Jakarta Pusat sekitar tahun 1949. Terlihat suasananya sudah ramai sekali walaupun bangunannya belum semegah sekarang.

Friday, August 19, 2005

Aduh! Astaghfirullah !! tereak enyak aye yang baru ajé keluar dari kamar mandi.

“Knapé nyak!??,
“Tangan gue kesetrum niih.”
“emang enyak lagi ngapain??”
“Mao matiin mesin aér, Din. Gue abis mandi, ntu kolem udeh penuh.”
“Tangannye masih basah kali tuh. Laén kali klo mo cabut colokan aér, lap dulu tangannye.”

Besoknya....

“Waduh!!!”
“Nape luh ???” tanya empok aye nyang lagi nonton tipi.
“Gue Kesetruum niih, gue mo matiin mesin aer”
“Wah, tangan luh basah tuh. Ati-ati dong!!”

Besoknya lagi sepulang aye dari tempat kerjé, aye niatnye mo mandi sore. Tapi trus mata aye malahan ngeliatin cable power-nya mesin aer, karena ada yang aneh tuh dan juga lucu. Kabel deket kepala stekernya dibalut pake kertas sampe tebel banget. “Wah ini pasti kerjaannye si Babeh” kata aye dalam ati. Tiba-tiba Babeh aye dateng dari luar, trus die ngeliatin aye nyang lagi pegang-pegang ntu kabel sambil keheranan.

“Itu kabel ada yang tekelupas, tadi gue kena kesetrum juga jadi gue tambel.” Kata si babeh buat menghapus keheranan aye.

“Lah, nambelnya kok begini beh, kagak kuat ntu mah.” Sahut aye
“Iye, gue juga tau. Kan buat sementara aja. Lagian gue nyari selotip item kagak ketemu-temu. Jadi sambil nungguin elu pulang, gue benerin seadanya aja deh.”

“Besok aje deh Beh aye benerinnya, sekarang aye mo mandi duluw. Aye mao kondangan duluw nih ke kawinannye si Herman.”

“Kalo gitu, entar pulangnye sekalian lu beli seloptip item buat nambel kabelnya.”
“Beres Béh, kalo perlu kabelnya aye ganti deh semuanyé.”

Sampe dua hari setelah itu, kabelnya belon juga diganti karena aye lupa terus mampir di warung buat beli selotip itemnye.

SETU BABAKAN, CAGAR BUDAYA BETAWI


MINGGU (20/2) siang, puluhan anak perempuan berlatih menari di Pusat Perkampungan Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Panggung utama di kawasan konservasi budaya Betawi itu penuh oleh penari-penari cilik.
Di sudut lain, belasan remaja pria tengah berlatih pencak silat. Seorang pelatih memperagakan gaya-gaya tertentu, yang kemudian ditirukan oleh peserta latihan silat itu. Nyaris tak ada celah di pelataran dan panggung Setu Babakan itu karena hampir semua sisi dipenuhi dengan anak-anak yang serius berlatih.
Melingkar di sekeliling pelataran ber-paving block itu terdapat beberapa rumah khas Betawi, yang sengaja dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk konservasi budaya Betawi. Salah satu rumah, yakni yang berada di ujung selatan, adalah rumah Haji Samin Jebul alias Bang Anin, warga asli Betawi di kawasan itu. Dulunya, di teras rumah itu, keluarga Bang Anin berjualan gado-gado jakarta.
Menuruni tangga di depan rumah Bang Anin akan terlihat pemandangan Setu Babakan yang-untuk ukuran Jakarta yang kebanyakan semrawut- terlihat indah. Tepian danau ditumbuhi pepohonan.
Di bawah pepohonan rindang itu ada beberapa warung makan yang namanya juga berciri Betawi. Sebut saja Warung Mpok Penih dan Warung Mpok Rohani. Makanan yang dijual bisa disebut sebagian besar khas Jakarta, seperti soto betawi, juga kerak telor yang didagangkan dengan pikulan, seperti biasa menjamur saat Pekan Raya Jakarta. Meski begitu, di sana-sini juga ada penjual makanan bukan Betawi, seperti bakso dan burger sapi.
Pada Minggu itu, banyak pasangan muda-mudi yang memanfaatkan suasana Setu Babakan untuk berduaan. Selain itu, banyak pula remaja yang datang berkelompok dan menikmati kerak telor bersama-sama. Di seantero danau, sejumlah pengunjung mengelilingi danau dengan becak air.
Keriaan di kawasan situ itu berlanjut dengan pergelaran orkes keroncong beberapa saat menjelang sore. Salah satu tembang yang dilantunkan adalah keroncong Setu Babakan, yang dinyanyikan langsung oleh penciptanya, Yoyo Muchtar.
Yoyo, tak lain adalah aktivis budaya Betawi, yang juga penggagas kawasan konservasi Setu Babakan tersebut. Kini, namanya tercatat sebagai Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi dan Ketua Subbidang Pengembangan Potensi Budaya, Badan Musyawarah Betawi, selain pekerjaannya sehari-hari sebagai Kepala Seksi Pengawasan Usaha Pariwisata.
Menurut warga asli Betawi itu, ide kawasan konservasi di Setu Babakan berawal dari arahan Pemerintah Provinsi DKI pada tahun 1996 agar ada aset wisata Jakarta Selatan yang dapat dimaksimalkan. Ia, yang saat itu sebagai Kepala Seksi Objek dan Daya Tarik Wisata Jakarta Selatan, lalu memutar otak.
"Kemudian ada masukan dari Bappeda bahwa ada satu aset pemerintah yang bisa menjadi daya tarik, yaitu Situ Babakan ini. Kebetulan, saya orang Betawi dan pengurus Lembaga Kebudayaan Betawi. Sementara saya melihat bahwa kondisi situ ini terbengkalai. Jalannya belum aspal seperti sekarang, jadi masih becek di mana-mana. Suasananya juga sepi," katanya.
CIKAL bakal "kemeriahan" di Setu Babakan dirintis pada 13 September 1997 dengan adanya acara "Sehari di Setu Babakan". Ketika itu diadakan berbagai lomba, seperti lomba menghias getek, lomba kano, lomba buah, dan lomba masak sayur asem.
Cara memakan sayur asem pun diawali dengan hidangan pembuka, seperti trancam dan asinan, untuk membangkitkan selera. Kemudian, ditutup dengan air manis dan buah-buahan. "Jangan lupa, Jakarta juga mempunyai buah-buahan yang khas, semacam belimbing dewi, rambutan rapiah yang terkenal itu, dan nangka," ujar Yoyo menambahkan.
Dari kekayaan buah-buahan asli itu pula, tercipta lagu Papaya Cha Cha karya Adi Karso. Syairnya, "Pepaya, mangga pisang jambu. Dibawa dari Pasar Minggu. Di sana banyak penjualnya. Di kota, banyak pembelinya...."
Acara "Sehari di Setu Babakan" berlangsung relatif sukses. Setelah itu, beberapa penggiat budaya Betawi berusaha melibatkan berbagai instansi terkait untuk mempercantik situ itu. Benar saja. Setelah itu, Dinas Pertanian pun menanam bibit-bibit pohon, sedangkan Dinas Perikanan menebar ratusan benih ikan. Jalannya pun diperbaiki.
Bersamaan dengan itu, ide untuk menghidupkan kawasan Setu Babakan sebagai konservasi budaya Betawi terus bergulir hingga tingkat Pemerintah Provinsi DKI. Persoalannya, sejauh mana konservasi ini akan dipertahankan? Jangan-jangan seperti nasib Condet yang pernah menjadi konservasi budaya Betawi, tetapi kini tinggal cerita. (ADI PRINANTYO)

Sumber: Kompas 23 Februari 2005

KAMPUNG LUAR BATANG, PEMUKIMAN TERTUA DI JAKARTA



Di kampung ini terdapat satu mesjid tua, yang banyak didatangi pengunjung yang buKan hanya dari Jakarta, tapi juga berbagai daerah di Indonesia. Dalam masjid luar batang terdapat makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Ia dimakamkan di masjid ini pada hari kamis 27 Ramadhan1169 Hijriah atau 24 Juni 1756. ia dikabarkan meninggal dunia ketika masih bujangan.

Di abad ke 17 tidak lama setelah berdirinya VOC pemukiman ini merupakan tempat persinggahan para awak (tukang perahu ) pribumi yang ingin masuk ke Pelabuhan Batavia ( sunda Kelapa ). Ketika itu, penguasa VOC menerapakan peraturan yang tidak mengijinkan perahu – perahu pribumi masuk ke alur pelabuhan pada malam hari. Demikian juga tidak boleh keluar pelabuhan padsa waktu yang sama.

Selain itu, seluruh perahu yang keluar masuk harus melalui pos pemerikasaan. Pos ini terletak di mulut alur pelabuhan dan di sini diletakkan batang (kayu) yang melintangi sungai guna menghadapi perahu-perahu keluar masuk sebelum diproses. Setiap perahu pribumi yang akan masuk diperiksa barang muatannya, dan senjata-senjata yang dibawa harus dititipkan di pos penjagaan. Sedangkan perahu-perahu pribumi yang tidak bisa masuk pelabuhan, di luar batang (pos pemeriksaan) harus menunggu pagi hari. Ada kalanya mereka menunngu beberapa hari sampai mendapat ijin untuk masuk ke pelabuhan.

Selama menunggu, sebagian awak perahu turun ke darat. Kemudian mereka membangun pondok-pondok sementara. Lambat laut tempat ini dinamakn kampung luar batang – yakni pemukiman yang berada di luar pos pemeriksaaan. Sekitar 660-an VOC mendatangkan para pelayan dari jawa timur dan ditempatkan di lokasi pemukiman Luar Batang. Pemimpin dari nelayan tersebut pada 1677 dianugerahi pangkat kehormatan luitenant (letnan). Pemimpin itu bernama Bagus Karta.

Lokasi pemukiman luar batang dulunya merupakan rawa-rawa. Lama kelamaan rawa-rawa itu tertimbun lumpur dari kali Ciliwung, terutama setelah dibangunnya Kampung Muara Baru, yang kini juga merupakan kawasan kumuh di dekat Luar Batang.

Sejak masa VOC, pihak penguasa sering mendatangkan tenaga kerja guna membangun pelabuhan dan kastil Batavia. Para pekerja di lokasi itu berdatangan dari berbagai daerah. Mereka juga di tempatkan dikampung Luar Batang. Jadi, kekumuhan pemukiman tertua di Jakarta yang luasnya 16,5 hektar itu sudah berlangsung sejak masa awal VOC. Pasar yang ada kala itu dan kini di kenal nama Pasar Ikan baru dibangun pada tahun 1846. lokasi Pasar Ikan ini merupakan laut.

Suatu malapetaka terjadi pada saat pembangunan dermaga di Pelabuhan Batavia (sunda kelapa). Kurang dari 16 ribu pekerja meninggal dunia akibat penyakit menular yang terjadi akibat kekumhuan areal pemukiman yang melewati ambang batas. Warga Belanda sendiri pada awal abad ke-19 itu telah meninggalkan kawasan Pasar Ikan karena dianggap merupakan daerah tidak sehat dan sering menimbulkan penyakit mematikan.

Ketika aktivitas utama pelabuhan Sunda Kelapa akibat pendangkalan dialihkan ke Tanjung Priok (1886), lokasi sekitar pemukiman Luar Batang tetap padat. Hal ni dikarenakan aktivitas perahu dan pelabuhan Pasar Ikan (sunda Kelapa) tetap berjalan. Saat ini, kampung Luar Batang penduduknya sangat padat karena lokasinya berdekatan dengan berbagai pusat aktivitas.

Kondisinya semakin kumuh ketika urbanisasi besar-besaran terjadi pada 1950-1960, akibat terganngunya keamanan. Dalam periode itu terjadi beberapa pemberontakan seperti DI/TII dan Kahar Muzakar.

Sementara Habib Husein yang menjadi guru agama di masjid yang kala itu letaknya berdekatan dengan benteng VOC merupakan imigran dari Hadramaut. Ia adalah pendatang lebih awal, sebelum para pendatang keturunan Arab lainnya kemudian ditempatkan di kampung Pekojan, jakarta barat. Jarak antara Pasar Ikan dan Pekojan sekitar 3 km.

Sumber: Saudagar Baghdad dari Betawi, Alwi Shahab Jakarta : Penerbit Republika, 2004

Monday, August 15, 2005

SELAMAT ULANG TAHUN NEGERIKU.
Usiamu sebenarnya jauh lebih tua dari yang kami peringati tiap tahunnya. Namun entah kenapa kedewasaan serasa tak kunjung datang menyelimuti seluruh penghunimu.

Untuk kali ini aku hanya bisa menghadiahkan beberapa ayat AlQuran sebagai sekedar renungan.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari wakti mereka sedang tidur?

Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik (waktu Dhuha) ketika mereka sedang bermain?

Maka apakah mereka mersa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orangorang yang merugi.

Al-A'raaf : 96 - 99


Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Semoga bangsa ini senantiasa menjadi bangsa yang bersyukur dengan iman dan taqwa yang sebenar-benarnya. Semoga pemimpin-pemmipin Indonesia, menjadi orang-orang yang selau dinaungi petunjuk Allah SWT sehingga tercipta Baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghafuur (Negeri yang sentosa dan berada dalam ampunan Tuhan).

SELAMAT HARI JADI INDONESIA

OELANG TAHOEN REPOEBLIK

Suasana tujuh belas Agustus tahun ini mulai terasa sejak awal bulan. Jalan-jalan kampung mulai dihiasi deretan bendera serta umbul-umbul yang dipasang di pinggir jalan. Muka-muka gang sempit yang kemarin tampak kusam, kini banyak yang terlihat lebih seger karena mendadak berdiri gapura sederhana bertema momen proklamasi. Rentetan bendera plastik merah putih atau gelas aqua bekas bercat warna bendera juga tak kalah ramai mengelilingi jalan-jalan besar sampai gang-gang tikus. Bahkan sejak bulan Juli lalu, banyak warga yang ramai menyelenggarakan berbagai kegiatan. Biasanya berupa pertandingan olahraga atau perlombaan-perlombaan lain. Dan seminggu menjelang tanggal 17 Agustus sampai seminggu sesudahnya, biasanya kegiatannya makin marak dengan digelar perlombaan rakyat tingkat eRTe, eRWe sampai tingkat kelurahan.

Tapi tujuh belas Agustusan tahun ini di eRTe saya terasa amat berbeda. Ada sedikit sedih & kekecewaan karena tidak ada acara-2 perlombaan atau kegiatan-kegiatan warga dalam rangka menyambut HUT RI tahun 2005 ini seperti tahun-2 sebelumnya. Entah apa sebabnya sehingga sang ketua eRTe seperti berlepas tangan dalam kegiatan-kegiatan yang memang sudah wajar dan umum dilakukan warga-warga di pelosok tanah air. Di sepanjang jalan, di kanan-kiri gang dan di sekitaran rumah-rumah warga, tak ada hiasan bendera-bendaera kecil. Apalagi gapura yang beberapa tahun terakhir biasa terlihat menghias muka gang rumahku setiap Agustusan menjelang, kini kosong tak ada lagi. Yang ada cuma lambaian umbul-umbul lecek kuning biru yang tiba-tiba saja sudah berdiri Sabtu pagi lalu.


Mungkin karena di eRTe kami tak ada tanah lapang yang bisa dipakai untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan warga. Tahun kemarin saja, acara perlombaan dalam rangka 17 agustusan diadakan di gang sempit yang menuju ke rumahku. Atau mungkin karena jumlah warga di eRTe ini yang termasuk paling sedikit. Wilayahnya sih cukup luas, tapi sebagian besar adalah rumah-rumah besar berpagar tinggi. Ada sih tanah kosong yang cukup luas, tapi oleh pemiliknya dipagar dan dikunci gembok karena sebentar lagi akan dibangun semacam town house. Dahulu biasanya warga sini mengadakan kegiatan di tanah kosong tsb, tapi karena sekarang sudah dipagar tinggi dan dikunci, maka warga sekitarpun tak berdaya.

Kebanyakan warga aseli ditempatku sudah banyak yang pindah ke wilayah lain dan digantikan oleh warga pendatang. Nah kadang warga pendatang tsb agak menutup diri dari lingkungan sekitar. Apalagi rumah-2 mereka besar-besar dan berpagar tinggi. Dan warga aseli yang tersisa juga tinggalnya saling berjauhan sehingga kadang kurang akrab satu sama lain. Selain itu jumlah remaja di lingkungan eRTeku sedikit sekali dan kebanyakan sudah punya kesibukan sendiri.

Buatku sih nggak masalah, karena libur tujuh belasa bisa dimanfaatkan buat keluyuran ke tempat lain, atau silaturahim ke rumah temen-2 atau sodara. Tapi beberapa warga khususnya ibu-ibu dan anak-2 kecil agak protes. Kalau masalah dana, saya yakin bukan kendala karena banyak warga sini yang berkecukupan. Ujung-ujungnya mereka malah menyalahkan pak eRTe yang dinilai kurang tanggap dan kurang inisiatif. Soalnya tahun-2 lalu saja kita bisa membuat acara-2 yang seru tapi kok tahun ini malah sepi. Mungkin karena nggak ada remaja yang bisa diajak kerja dan juga karena tak ada tempat itulah yang menyebabkan sulitnya mengadakan acara perlombaan tujuh belasan seperti biasa.

Semoga apa yang terjadi di tempatku tahun ini tidak memudarkan makna kebersamaan serta makna kemerdekaan.



Thursday, August 11, 2005

MENGHARGAI WAKTU

Bayangkan ada sebuah bank yang memberimu pinjaman uang sejumlah Rp.86.400,- setiap paginya. Semua uang itu harus kau gunakan. Pada malam hari, bank akan menghapus sisa uang yang tidak kau gunakan selama sehari. Coba tebak, apa yang akan kau lakukan? Tentu saja, menghabiskan semua uang pinjaman itu.

Setiap dari kita memiliki bank semacam itu; bernama WAKTU. Setiap pagi, ia akan memberimu 86.400 detik. Pada malam harinya ia akan menghapus sisa waktu yang tidak kau gunakan untuk tujuan baik, karena ia tidak memberikan sisa waktunya padamu. Ia juga tidak memberikan waktu tambahan. Setiap hari ia akan membuka satu rekening baru utnukmu. Setiap malam ia akan menghanguskan yang tersisa. Jika kau tidak menggunakannya maka kerugian akan meninpamu.

Kamu tidak bisa menariknya kembali. Juga, kamu tidak bisa meminta "uang muka" untuk keesokan hari. Kamu harus hidup di dalam simpanan hari ini.
Maka dari itu, investasikanlah untuk kesehatan, kebahagiaan, dan
kesuksesanmu.
Jam terus berdetak. Gunakan waktumu sebaik - baiknya.

Agar tahu pentingnya waktu SETAHUN, tanyakan pada murid yang gagal
kelas.
Agar tahu pentingnya waktu SEBULAN, tanyakan pada ibu yang melahirkan prematur.
Agar tahu pentingnya waktu SEMINGGU, tanyakan pada editor majalah
mingguan.
Agar tahu pentingnya waktu SEJAM, tanyakan pada kekasih yang menunggu untuk bertemu.
Agar tahu pentingnya waktu SEMENIT, tanyakan pada orang yang ketinggalan kereta.
Agar tahu pentingnya waktu SEDETIK, tanyakan pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan.
Agar tahu pentingnya waktu SEMILI DETIK, tanyakan pada peraih medali
perak Olimpiade.


Hargailah setiap waktu yang kamu miliki. Dan lebih berharga lagi bila
kamu menggunakannya untuk tujuan kebahagian bersama orang yang spesial.
Dan ingatlah waktu tidaklah menunggu siapa - siapa.


Wednesday, August 10, 2005

Seorang Palestina bernama Mahmud hendak melintasi pos perbatasan Israel - Palestina. Dia bersepeda dan membawa dua tas besar di pundaknya.

Tentara Israel segera memerintahkan dia berhenti, "Pinggirkan sepedamu itu. Saya ingin bertanya, apa isi kedua tas itu?" "Pasir," jawab Mahmud.

Tentara Israel tidak percaya begitu saja. Mereka membongkar kedua tas itu dan benar mereka menemukan pasir didalamnya. Akhirnya mereka melepaskan Mahmud dan membiarkan dia melintasi perbatasan menuju wilayah Israel.

Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Tentara Israel menghentikan Mahmud dan bertanya, "Apa yang kamu bawa?" Mahmud menjawab, "Pasir." Tentara-tentara itu memeriksa dengan teliti kedua tas itu dan tetap menemukan benda yang sama, pasir.

Kejadian yang sama berulang kali terjadi hingga tiga tahun lamanya. Akhirnya, Mahmud tidak muncul lagi dan tentara Israel itu menjumpainya sedang bersantai ria di luar kota Yerikho.

"Hei, kamu yang suka bawa pasir," tegur tentara Israel itu. "Saya menduga kamu selama ini membohongi kami saat melintas perbatasan. Tapi saya selalu menemukan pasir di dalam tasmu. Selama tiga tahun, saya sepertinya menjadi gila, tidak bisa makan atau tidur memikirkan apa yang kamu selundupkan. Baiklah, ini di antara kita berdua saja! Saya mau tanya, apa sih yang kamu selundupkan tiap hari selama tiga tahun ini?"

Mahmud menjawab dengan kalem, "SEPEDA!"

MOGA NGGAK KAMPUNGAN

Akhirnya nih blog aye rubah lagi leyotnya. Kepinginnya sih biar sedep dipandang mata dan enak buat dibaca-baca. Mungkin buat je-jagoan web ato dedengkotnya yang udah lama ngeblog, bisa ketawa cekikikan kalo liat tampilan ini blog. Tapi tolong maklumin aja ya, aye masih perlu banyak belajar. Buat aye sih setiap orang kudu punya gaya masing-masing, ora usah ngikutin punya orang lain walaupun ntu bagus.

Wednesday, August 03, 2005

SPLIT PERSONALITY

"Cinta mati seorang Oma Teppy" (Majalah FORUM edisi 14 Juli 2005)

Seorang perempuan split personality berhasil menipu sedikitnya lima orangperempuan mapan di Jakarta.Beberapa di antaranya bahkan telahberhubungan kasih.

Namanya Bhima Suryo Harya Hidayat. Tanggal 18 Mei lalu, ia genap 30 tahun. Berprofesi sebagai pengusaha muda, ia memiliki perusahaan yang bergerakdalam bidang graphic design di kawasan Jalan Jenderal Soedirman, Jakarta Selatan.Bhima termasuk pria yang beruntung dalam kehidupan. Dengan
dukungan penuh dari orangtuanya, selepas SMA pada tahun 1992, ia melanjutkan pendidikan di Pasadena, Amerika Serikat,mengambil jurusan Industrial Design Majoring in Products dan Graphic Design.

Di negeri Paman Sam ini, katanya, ia tak betah dengan junk food Amerika.Semester dua, Bhima nekad pindah ke Frankfurt, Jerman, dan mengambil jurusan yang sama. Bhima diwisuda tahun 1997 dan pulang ke tanah air dua tahun kemudian. Di Jakarta, ia mendirikan perusahaan bersama karibnya
semasa SMP.Bhima memang akrab dengan kehidupan metropolitan. Tapi, lelaki ini mempunyai hobby yang lumayan unik untuk pemuda seusianya. Dia pendengar radio yang maniak. Salah satu stasiun radio yang paling ia gemari adalah Delta FM, sebuah radio jaringan swasta nasional yang berkantor di
kawasan Sudirman, Jakarta Selatan.

Saking ngefans-nya, lelaki ini tak segan mengirim aneka makanan ke stasiun radio yang berkantor di kawasan Sudirman, Jakata Selatan itu. Mulai es krim hingga dimsum. Juga parfum. Bhima pun sempat memberikan voucher ponsel bernilai besar ketika anak salah seorang penyiar radio tersebut berulang
tahun. Bhima yang sibuk menahkodai perusahaan branding ternyata juga aktif dalam mailing list (milis) idakrisnashow, salah satu acara favoritnya di Radio Delta. Dari milis inilah Bhima mempunyai banyak teman, salah satunya Wita, perempuan 30 tahun, berprofesi sebagai jurnalis di sebuah majalah
berita mingguan.

Suatu ketika, Bhima teramat berang karena keanggotaannya dalam milis idakrisnashow terblokir. Bhima pun bertanya kepada Wita mengapa ini bisa terjadi. Wita memberikan penjelasan tentang kemungkinan-kemungkinan terblokirnya anggota dalam sebuah milis. Bhima tidak puas dengan jawaban

itu. Melalui seorang perempuan yang juga ia kenal dalam milis, Bhima menyebarkan surat elektronik. Dengan keras ia mempertanyakan tersingkirnya dirinya dari milis. Kebetulan, moderator sekaligus pemilik milis idakrisnashow adalah Ida Arimurti. Alhasil, Ida pun dihujat habis-habisandalam milis yang ia komandoisendiri. Itu terjadi akhir Juni.

Ahad, 3 Juli, Ida menghubungi Wita melalui ponsel. Dalam pembicaraan dengan Wita, Ida mengatakan ada sesuatu yang terjadi dalam diri Bhima. Dua hari kemudian, Ida menyambungkan Wita dengan Felecia, mantan penyiar Radio
Delta FM yang kini bekerja di sebuah radio milik pemerintah. Dari komunikasi Wita dengan Felecia itulah semua kebohongan Bhima terbongkar. Meski telah berjanji akan menikahi Felecia, ternyata Bhima mempunyai affair dengan
beberapa penyiar Delta yang lain. Namun, yang lebih mengejutkan, ternyata Bhima adalah seorang perempuan berusia 64 tahun dengan nama Sylvia Ethe!

Hubungan Felecia dengan Bhima bermula saat perempuan 37 tahun ini masih bekerja sebagai penyiar di Radio Delta FM Jakarta. Kali pertama berkenalan dengan Felecia, Bhima mengaku bernama Miguel. Dalam pesan pendeknya (SMS) ke Delta, Miguel mengatakan sangat senang mendengar suara Felecia. Itu terjadi Desember 2003. Sejak saat itu, SMS dari Miguel pun bertubi-tubi masuk.
Maret 2004, Felecia untuk pertama kali membalas SMS tersebut.

Dari perkenalan itulah Miguel dan Felecia menjadi kian akrab. Pada suatu titik, keduanya sepakat menikah.Namun, karena perbedaan agama - Felecia seorang muslim, Miguel beragama Katolik - untuk sementara keduanya tidak bertemu hingga ada lampu hijau dari orangtua Miguel bagi pernikahan mereka.
Felecia setuju. Alhasil, mereka pun berhubungan kasih tanpa pernah bertemu muka sama sekali. Kepada Felecia, Miguel memerankan sosok laki-laki setia, bijaksana, dewasa, menghargai perempuan, dan tidak suka affair . Dia juga mencitrakan dirinya sebagai pemuda pekerja keras. Sejak menjalin hubugan dengan Felecia, Miguel berjanji hanya mencurahkan waktu dan tenaganya untuk Felecia dan perusaahaan.Dia bisa menceriterakan semua secara sempurna,kata Felecia.Untuk meyakinkan pasangannya, Miguel mengirim cincin emas kepada Felecia sebagai pengikat cinta mereka. Bahkan, Miguel juga mengirim foto
sebuah mobil mercy seri terbaruberplat nomor tanggal ulang tahun mereka berdua, 1718.

Hingga 6 Juni lalu, hubungan keduanya masih berjalan mulus. Namun,ketika Felecia browsing di internet untuk mencari materi siaran tentang artis Monica Oemardi yang akan ia wawancarai, kebohongan mulai Miguel terbongkar.
Felecia begitu terkesiap ketika melihat gambar-gambar di halaman website Monica Oemardi terdapat foto Miguel, kekasihnya. Dalam foto itu tertulis nama Michael Andrew Suryo Prabowo Hamidjojo. Michael adalah mantan suami pertama Monica Oemardi. Kini Michael tinggal di Brunai Darussalam. Di halaman website itu juga terpampang foto Joshua, anak Monica dengan Michael, yang oleh kekasih Felecia diaku sebagai foto masa kecilnya.

Saat itulah Felecia muntab. Hari itu juga ia melakukan investigasi ke keluarga Hamidjoyo melalui keluarga Hester, pemilik wisata alam di kawasan Cinangneg, Bogor, dan guest house di Cilandak, Jakarta Selatan. Kebetulan,Felecia pernah mewawancarai Hester tentang tempat wisata alam ketika ia masih bekerja di Radio Delta. Pikiran Felecia terantuk ke Rina - bukan
nama sebenarnya - putri Hester. Karena, ucap Felecia, dalam setiap kesempatan Miguel selalu bercerita tentang Rina, bahkan hingga pernik-pernik kehidupan rumah tangga Rina. Tembakan Felecia tepat. Dari Rina-lah kedok Miguel terbongkar.

Rabu malam, 8 Juni, usai mendapat telepon Felecia, Rina mendatangi ibunya dan mencocokkan semua informasi yang ia dapat dari Felecia tentang Miguel. Semula, ibu dan anak itu sempat heran mengapa hal-hal terkecil dalam keluaganya bisa diketahui Miguel. Juga silsilah keluarga besar mereka. Pikiran Hester pun segera mengarah pada Sylvia Ethe, satu-satunya orang yang selama ini sering ia ajak ngobrol tentang masalah keluarga mereka. Sylvia Ethe yang biasa mereka panggil Oma Tippy
adalah karyawan kontrak di guest house milik keluarga Hester sejak setengah tahun terakhir. Kefasihannya berbahasa Inggris, Belanda, dan Jerman membuat Sylvia dipercaya menjadi pemandu tamu-tamu yang kebanyakan adalah ekspatriat.

Singkat cerita, ketika mencocokkan dua nomor telepon seluler milik Miguel alias Bhima Suryo Harya Hidayat alias Bhima Aditya Putra Hidayat dengan milik Sylvia, ternyata sama persis. Hester segera menelepon Felecia. Mendengar penjelasan Hester, Felecia benar-benar shocked & Badan saya tiba-tiba lemas; kenang Felecia. Sejak saat itu, secara bergerilya,
Felicia menghubungi alamat-alamat yang pernah disebut `kekasihnya', Bhima.Termasuk branding company di kawasan Landmark Building, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Juga rekanan bisnis Bhima yang berada di kawasan Palm Hill,Cibubur.
Hasilnya nol besar. Semua yang dikatakan Bhima fiktif!

Felicia juga melacak tempat mencetak foto-foto yang selama ini ia terima dari Bhima. Di balik semua lembaran foto itu tertulis Photo Studio Adorama,Kemang, Jakarta Selatan. Dari karyawan studio foto itu Felicia mendapat
informasi, Sylvia memang langganan mencetak foto di sana. Bhima, menurut Felecia, ternyata juga mulai mengincar Tina Zakaria, penyiar Radio One,radio dengan segmentasi pendengar laki-laki metropolitan Jakarta.Khawatir muncul korban lebih banyak, Felecia menghubungi Tina untuk tidak terpedaya dengan Miguel. Beruntung, Tina mahfum dan mulai selektif dengan kiriman
pesan pendek Miguel.

Sadar dengan bahaya yang ditebarkan Bhima, Felicia menghubungi Krisna Purwana, dan Awan, sahabatnya di radio Delta. Melalui Awan, Felicia masuk dalam milis idakrisnashow yang di dalamnya telah ada Bhima. Hanya satu yang saya ingin, agar korban Bhima tidak bertambah,kata Felicia kepada FORUM. Sebab, lanjut Felecia, ada beberapa rekan seprofesinya yang menjadi korban
Bhima, dan saat ini belum sadar.

Krisna menyampaikan pesan Felicia kepada Ida Arimurti, partner siaran Krisna di acara Ida-Krisna Show. Melalui Ida, Felicia berkomunikasi dengan Wita.
Dalam pembicaraan singkat itu, keduanya sepakat menangkap basah Sylvia di kantornya pada Kamis pagi, 8 Juli. Waktu yang ditentukan telah tiba.
Felicia, Wita, dan dua orang anggota reserse Polda Metro Jaya sampai di kantor Sylvia tepat pukul 8 pagi. Sebelum berangkat, Felicia sengaja membangunkan Bhima, memastikan kekasihnya' benar-benar berangkat kerja.
Setelah menunggu beberapa saat, sebuah taksi berwarna biru berhenti di depan kantor milik keluarga Hester tersebut. Sylvia pun turun. Sejurus kemudian, dua anggota reserse berpakaian preman segera menghampiri Sylvia, mengajaknya
berbicara.

Sylvia yang pagi itu tampak bugar dengan kaus hitam dan celana jeans biru, marah besar. Buru-buru ia masuk ruang kerja dengan membanting pintu. Saat itulah, Felicia mendapat SMS dari Bhima yang berbunyi & ;Mengapa kamu mengirim orang untuk mengganggu Sylvia? Felecia tidak menjawab. Beruntung, Hester segera datang menenangkan suasana. Hester mengajak Felecia, Wita,
dan seorang anggota reserse masuk ruang kerja Sylvia. Mereka gila! ucap Syilvia dengan nada tegang. Dalam pembicaraan selama hampir dua jam, Sylvia tak banyak berkata.

Dari suara, logat bicara, cara marah Anda, semua persis milik Bhima,kata Wita kepada Sylvia kala itu. Namun, ketika Hester bertanya siapa sesungguhnya Bhima, Sylvia menjawab Bhima adalah keponakannya. Setengah jam kemudian Hester bertanya lagi siapa sesungguhnya Bhima, dalam bahasa Belanda Sylvia menjawab, Bhima adalah anak baptisnya. Suasana bertambah tegang
ketika Sylvia mengeluarkan sebilah pisau dan dia kian tidak konsisten dengan ucapannya. Nenek 64 tahun itu menolak saat
Hester meminta menghubungi Bhima. Bhima sedang dalam perjalanan ke Jerman,kata Sylvia. Namun, kalimat itu ditepis Felecia dengan alasan ia masih menelepon Bhima dua jam lalu di rumahnya, Kemang.Bhima sedang di bandara,tangkis Sylvia
mementahkan jawabannya sendiri. Felicia pun mengambil insiatif mencocokkan nomor ponsel Sylvia dengan nomor Bhima yang mereka simpan. Lagi-lagi Sylvia menolak dan mematikan ponselnya. Hester kian gemas dengan ulah Sylvia. Namun, karena suasana yang tidak mendukung, Hester menyudahi pembicaraan itu. Bila benar Bhima anak baptis kamu, segera selesaikan urusan ini dengan Bhima. Karena Bhima terlibat urusan kriminal, selamanya kamu juga akan terlibat dalam urusan ini,kata Hester.

Siang pun berlalu.Sylvia pergi meninggalkan kantor dengan sebuah pesan kepada Hester dalam bahasa Belanda pada secarik kertas. Saya akan segera membereskan masalah ini. Sejak saat itu, hingga berita ini ditulis, Sylvia tidak masuk kerja.
Akan halnya dengan Felicia, sejak hari `penggerebegan' itu terjadi, ia selalu mendapat SMS teror dari beberapa nomor ponsel yang tak ia kenal.
Salah satu pesan itu berbunyi: Anda sudah gila dan matang utk masuk Grogol dgn menyangka bhwa saya Ibu Sylvia. Saya yang akan membereskan Anda.

Station Manager Delta FM Fitri Didi mengatakan sangat prihatin dengan kejadian ini. Ia sadar, karena radio adalah milik publik, pihaknya tidak bisa membatasi penikmat siaran Radio Delta. Pula halnya dengan keanggotaan mailing list yang mereka sediakan. Kami terbuka kepada siapa saja. Apalagi segmentasi kami adalah pendengar usia 30 tahun ke atas yang notabene telah dewasa, matang, dan mapan,ungkap Fitri. Fenomena pendengar yang terlalu fanatik dengan penyiar sebenarnya bukan
asing bagi Delta. Bahkan, kata Fitri, kantornya pernah kebanjiran kiriman makanan dan bunga dari pendengar.

saya jadi ingat dengan kasus yang sama beberapa tahun yang lalu, Mia & Irfan, Apa kabarmu ?
k a m p u n g p i n g g i r a n
Copyright control : DinRabin-2005 # contact person : abyadh2003@yahoo.com #