Laen ladang laen belalang, Laen kampung, laen juga adat warganye

Monday, August 15, 2005

OELANG TAHOEN REPOEBLIK

Suasana tujuh belas Agustus tahun ini mulai terasa sejak awal bulan. Jalan-jalan kampung mulai dihiasi deretan bendera serta umbul-umbul yang dipasang di pinggir jalan. Muka-muka gang sempit yang kemarin tampak kusam, kini banyak yang terlihat lebih seger karena mendadak berdiri gapura sederhana bertema momen proklamasi. Rentetan bendera plastik merah putih atau gelas aqua bekas bercat warna bendera juga tak kalah ramai mengelilingi jalan-jalan besar sampai gang-gang tikus. Bahkan sejak bulan Juli lalu, banyak warga yang ramai menyelenggarakan berbagai kegiatan. Biasanya berupa pertandingan olahraga atau perlombaan-perlombaan lain. Dan seminggu menjelang tanggal 17 Agustus sampai seminggu sesudahnya, biasanya kegiatannya makin marak dengan digelar perlombaan rakyat tingkat eRTe, eRWe sampai tingkat kelurahan.

Tapi tujuh belas Agustusan tahun ini di eRTe saya terasa amat berbeda. Ada sedikit sedih & kekecewaan karena tidak ada acara-2 perlombaan atau kegiatan-kegiatan warga dalam rangka menyambut HUT RI tahun 2005 ini seperti tahun-2 sebelumnya. Entah apa sebabnya sehingga sang ketua eRTe seperti berlepas tangan dalam kegiatan-kegiatan yang memang sudah wajar dan umum dilakukan warga-warga di pelosok tanah air. Di sepanjang jalan, di kanan-kiri gang dan di sekitaran rumah-rumah warga, tak ada hiasan bendera-bendaera kecil. Apalagi gapura yang beberapa tahun terakhir biasa terlihat menghias muka gang rumahku setiap Agustusan menjelang, kini kosong tak ada lagi. Yang ada cuma lambaian umbul-umbul lecek kuning biru yang tiba-tiba saja sudah berdiri Sabtu pagi lalu.


Mungkin karena di eRTe kami tak ada tanah lapang yang bisa dipakai untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan warga. Tahun kemarin saja, acara perlombaan dalam rangka 17 agustusan diadakan di gang sempit yang menuju ke rumahku. Atau mungkin karena jumlah warga di eRTe ini yang termasuk paling sedikit. Wilayahnya sih cukup luas, tapi sebagian besar adalah rumah-rumah besar berpagar tinggi. Ada sih tanah kosong yang cukup luas, tapi oleh pemiliknya dipagar dan dikunci gembok karena sebentar lagi akan dibangun semacam town house. Dahulu biasanya warga sini mengadakan kegiatan di tanah kosong tsb, tapi karena sekarang sudah dipagar tinggi dan dikunci, maka warga sekitarpun tak berdaya.

Kebanyakan warga aseli ditempatku sudah banyak yang pindah ke wilayah lain dan digantikan oleh warga pendatang. Nah kadang warga pendatang tsb agak menutup diri dari lingkungan sekitar. Apalagi rumah-2 mereka besar-besar dan berpagar tinggi. Dan warga aseli yang tersisa juga tinggalnya saling berjauhan sehingga kadang kurang akrab satu sama lain. Selain itu jumlah remaja di lingkungan eRTeku sedikit sekali dan kebanyakan sudah punya kesibukan sendiri.

Buatku sih nggak masalah, karena libur tujuh belasa bisa dimanfaatkan buat keluyuran ke tempat lain, atau silaturahim ke rumah temen-2 atau sodara. Tapi beberapa warga khususnya ibu-ibu dan anak-2 kecil agak protes. Kalau masalah dana, saya yakin bukan kendala karena banyak warga sini yang berkecukupan. Ujung-ujungnya mereka malah menyalahkan pak eRTe yang dinilai kurang tanggap dan kurang inisiatif. Soalnya tahun-2 lalu saja kita bisa membuat acara-2 yang seru tapi kok tahun ini malah sepi. Mungkin karena nggak ada remaja yang bisa diajak kerja dan juga karena tak ada tempat itulah yang menyebabkan sulitnya mengadakan acara perlombaan tujuh belasan seperti biasa.

Semoga apa yang terjadi di tempatku tahun ini tidak memudarkan makna kebersamaan serta makna kemerdekaan.



0 Comments:

Post a Comment

<< Home

k a m p u n g p i n g g i r a n
Copyright control : DinRabin-2005 # contact person : abyadh2003@yahoo.com #