Laen ladang laen belalang, Laen kampung, laen juga adat warganye

Thursday, March 23, 2006

HOTEL DES INDES


Banyak orang menganggap Hotel des Indes sejajar dengan Hotel Raffles di Singapura. Hanya bedanya, Hotel Raffles tetap lestari hingga sekarang dan menjadi pilihan utama tamu-tamu eksklusifnya. Seperti halnya Gedung Harmonie, peranan Hotel des Indes dalam sejarah kolonial amat besar. Perundingan Indonesia-Belanda pernah beberapa kali diadakan di sini.

Bagian hotel yang dianggap tertua adalah dependance atau paviliun sebelah selatan yang biasanya dipakai untuk resepsi atau pameran. Sebelum menjadi paviliun, bangunan itu merupakan rumah peristirahatan Moenswijk. Berasal dari nama pemilik pertama gedung itu, Adriaan Moens, pejabat VOC yang kaya raya.


Sebagian besar tanah hotel merupakan milik Reinier de Klerk. Pada tahun 1774 Klerk menjual tanah dan rumah di atasnya kepada C Postmans. Pada tahun 1778 beralih lagi kepada pemilik baru, keluarga GJ van der Parra. Setelah beberapa kali berganti pemilik, pada tahun 1824 rumah itu dibeli oleh pemerintah dari DJ Papet.

Selanjutnya pada tahun 1828 rumah itu dibeli oleh dua pengusaha perhotelan Prancis, A Chaulan dan JJ Didero. Awalnya, bekas rumah tadi dijadikan Hotel Chaulan, kemudian Hotel de Provence (1835). Manajemen baru di bawah pimpinan C Denninghoff menggantinya menjadi Hotel Rotterdamsch (1854).

Hotel des Indes diresmikan pada 1 Mei 1856. Pada tahun 1888 hotel itu beralih ke pemilik baru, Jacob Lugt. Lugt mulai memperluas hotel secara besar-besaran dengan membeli tanah-tanah di sekitarnya. Namun, karena terlalu berani berspekulasi, Lugt kesulitan keuangan (1897).
Sejak itu Hotel des Indes dijadikan perseroan terbatas dan mulai dilakukan perluasan. Pada tahun 1930-an sampai 1950-an Hotel des Indes merupakan hotel mewah di Jakarta. Peranannya semakin menurun ketika Pemerintah Indonesia mengambil alih hotel tersebut dan mengganti namanya menjadi Hotel Duta Indonesia. Ketika itu hotel berfungsi menampung pegawai negeri yang tidak memperoleh perumahan. Setelah itu namanya semakin tenggelam, terlebih ketika berdiri Hotel Indonesia di pusat kota Jakarta.

Sejarah hotel ini dimulai tahun 1828, ketika dua kontraktor Prancis membeli persil tanah Moenswijk yang kala itu merupakan salah satu rumah peristirahatan 'jauh' di luar kota. Moenswijk berasal dari nama pemilik pertamanya, Adriaan Moens, seorang direktur jenderal VOC kaya raya. Dua pengusaha Prancis itu bernama Surleon Antoine Chaulan dan JJ Didero. Nama Chaulan kemudian diabadikan untuk nama Jl Kemakmuran yang berdekatan dengan hotel tersebut. Dan kini menjadi Jl Hasyim Ashari, itu pendiri NU kakeknya Gus Dur.

Hotel des Indes, mula-mula dikenal dengan Hotel Chaulan, kemudian Hotel de Provence (1835) untuk menghormati daerah pemiliknya. Kemudian Rotterdamsch Hotel (1854). Nama Hotel des Indes yang membawanya ke puncak ketenaran diresmikan 1 Mei 1856. Menurut Dr de Haan, penulis buku Oud Batavia nama baru itu merupakan kasak kusuk penulis Multatuli dengan pemilik hotel.

Pada abad ke-18 dan 19 banyak orang kaya terutama para pejabat Kompeni yang membangun rumah-rumah peristirahatan (landhuis) disepanjang Molenvliet. Termasuk rumah peristirahatan Reinier de Klerek (sekarang Gedung Arsip Nasional) yang letaknya tidak lebih tiga kilometer dari Glodok. Kala itu, untuk menempuh jarak tersebut dari pusat kota (Pasar Ikan) ditempuh selama tiga jam dengan kereta kuda.

Ketika penyerahan kedaulatan, Bung Karno mengganti nama Hotel des Indes jadi Hotel Duta Indonesian (HDI). Hotel ini pada masa akhir pendudukan Jepang, pernah menjadi tempat menginap para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang dalam sidangnya pada 18 Agustus 1945 di Pejambon, menetapkan UUD 1945, memilih Bung Karno dan Bung Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.

Di samping terkenal dengan makanannya terutama rijstafel dan berbagai masakan Eropa lainnya, hotel setiap malam menampilkan artis tahun 1950-an dan 60-an dalam berbagai acara hiburan. Pada tahun tersebut, beberapa diplomat asing yang menghadapi kesulitan perumahan di Jakarta, tinggal dan berkantor di Hotel des Indes.

Hotel ini letaknya berdekatan dengan gedung BTN dan Jl Jaga Monyet (kini Jl Suryopranoto). Dulu di sini terdapat benteng penjagaan. Konon, karena lebih sering menjaga monyet-monyet yang berkeliaran katimbang musuh, dinamakan Jaga Monyet. Maklum pada abad ke-18 daerah ini masih hutan belukar. Banyak yang menyayangkan kenapa nama Jaga Monyet diganti. Sampai kini mereka yang berusia lanjut lebih masih mengenal Jaga Monyet katimbang Jl Suryopranoto.


0 Comments:

Post a Comment

<< Home

k a m p u n g p i n g g i r a n
Copyright control : DinRabin-2005 # contact person : abyadh2003@yahoo.com #