Laen ladang laen belalang, Laen kampung, laen juga adat warganye

Thursday, December 14, 2006

Rahasia Nama-nama Kampung Betawi

Pemda dan DPRD DKI Jakarta rupanya menghadapi kesulitan untuk memberi nama-nama pahlawan nasional pada jalan-jalan utama Jakarta. Seperti nama Harmoni, yang dikenal selama ratusan tahun, diganti jadi Jl Majapahit.

Boplo di kawasan Menteng/Cikini yang berasal dari nama NV De Bouwploeg, sebuah perusahaan real estate yang membangun kawasan Menteng tahun 192-1930-an diganti jadi Jl RP Panji Suroso. Nama Kampung Sawah Besar yang hampir seusia kota Jakarta diganti jadi Jl Samanhudi, Jakarta Pusat.

Hampir bersamaan dengan itu hilang pula Kampung Jaga Monyet di kawasan antara Harmoni dan Petojo. Kini jadi Jl Sukardjo Wiryopranoto. Banyak yang tidak kenal siapa tokoh yang dijadikan nama jalan yang menghubungkan Jakarta Barat dan Jakarta Pusat ini. Padahal Jaga Monyet sudah ada sejak zaman VOC.

Saat Batavia sering diserang gerilyawan Islam Banten dari arah Grogol dan Tangerang, maka Belanda membangun benteng. Karena lebih sering menghadapi monyet-monyet yang berkeliaran, katimbang musuh, maka tempat penjagaan itu dinamai Jaga Monyet. Sekaligus jadi nama kampung di sekitarnya.

Ada lagi nama tempat di Jakarta yang sudah berusia ratusan tahun, yakni Paal Meriam. Terletak di antara perapatan Matraman dan Jatinegara. Asal usul nama tempat ini tahun 1813. Pada waktu itu terjadi pertempuran sengit antara pasukan artileri meriam Inggris dengan pasukan Belanda/Prancis. Pasukan meriam Inggris disiapkan di daerah ini untuk melakukan penyerangan ke kota Batavia. Peristiwa tersebut sangat terkesan bagi masyarakat sehingga disebut Pal Meriam.

Versi lain menyebutkan, ketika ketika gubernur jenderal Daenderls membuka jalan Anyer (Banten) - Panarukan (Jatim) sejauh 1000 km, daerah pal mariam ini merupakan rute jalan trans Jawa tersebut. Di lokasi pal meriam di pasang patok jalan yang terbuat dari meriam yang tidak terpakai. Masyarakat yang melihat meriam tersebut sebagai patok jalan menyebut daerah itu Pal Meriam. Sayang nama bersejarah ini diganti dengan Jl KH Ahmad Dachlan. Padahal nama ini sudah banyak diabadikan untuk nama jalan di Jakarta.

Di dekat Pal Meriam, terdapat kampung Solitude, yang juga penduduknya kebanyakan warga Betawi. Solitude berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti 'kesunyian'. Karena kala itu banyak anggota tentara Inggris yang mati ketika menggempur Batavia. Mayatnya bergeletakan di rawa-rawa. Hingga dinamakan Rawa Bangke. Entah kenapa nama yang punya sejarah kota Jakarta diganti jadi Rawa Bunga.

Kalau kita ke Jakarta Kota, di wilayah Kelurahan Roamalaka, Kecamatan Tambora, terletgak Jalan Tiang Bendera. Nama ini berasal dari bendera yang sehari-hari terpancang di depan rumah Kapiten Cina pada pertengahan zabad ke-18. Mulai 1743, tiap tanggal 1 penanggalan Masehi, pada tiang bendera di rumah tersebut dikibarkan bendera. Maksudnya untuk mengingatkan masyarakat Tionghoa untuk membayar pajak kepala, sewa rumah dan berbagai pajak lainnya. Bagi orang Cina di Batavia, tanggal 1 setiap bulan disebut dag der vlaghijsching (hari pengibaran bendera).

Mungkin banyak yang ingin tahu asal nama Kampung Petamburan, yang merupakan tetangga dari pusat pertokoan dan pebelanjaan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pada masa lalu rumah penduduk masih jarang dan banyak tumbuh pohon jati disekitarnya. Suatu ketika di daerah ini meninggal seorang penabuh tambur. Ia kemudian dimakamkan di bawah pohon jati, sehingga jadilah nama kampung Jatipetamburan.

Pejambon terkenal karena terletak Departemen Luar Negeri. Di sebelahnya, yang merupakan bagian dari Deplu (kini disebut Gedung Pancasila), tempat sidang Volksraad (parlemen Belanda berlangsung) . Di tempat inilah Bung Karno berpidato pada 1 Juni 1945 dan dikenal dengan hari kelahiran Pancasila. Sehari setelah kemerdekaan -- 18 Agustus 1945 -- Soekarno dan Hatta dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Pada waktu bersamaan disahkan UUD 1945.

Kampung Pejambon baru ada sejak Daendels membuka daerah ini dengan sebutan Weltevreden. Kata 'pejambon' berasal dari kata 'penjaga Ambon'. Penjagaan tersebut berada di sebuah jembatan yang melintasi kali Ciliwung dan penjaganya orang Ambon. Pejambon juga tempat tinggal Nyai Dasima ketika dia menjadi nyai (istri piaraan) tuan Willem, seorang pembesar Inggris. Dia kemudian menjadi istri Samiun, tukang sado dari Kwitang, dan dibunuh oleh Bang Puase, jagoan Kwitang, atas perintah Hayati, istri tua Samiun.

Kawasan Pluit di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dikenal dengan perumahan mewahnya, yang hanya dapat dibeli oleh orang-orang yang benar-benar tajir. Banyak pedagang di Glodok yang omzetnya miliaran rupiah per hari memiliki perumahan di Pluit, di samping perumahan mewah lainnya. Menurut peta Topographish Bureau Batavia (1903), sebutan bagi kawasan ini adalah Fluit. Lengkapnya Fluit Muarabaru. Menurut kamus Belanda Indonesia (Wojowasito) , fluit berarti suling, bunyi suling dan roti panjang sempit.

Rupanya nama kawasan itu tidak ada hubungbannya dengan sulit, atau pluit, semacam pluit wasit sepakbola atau polisi. Ternyata nama kawasan tersebut berasal dari fluit, lengkapnya fluitschip yang berarti kapal (layar) panjang berlunas ramping.

Sekitar 1660 di pantai sebelah timur muara Kali Angke diletakkan sebuah fluitschip, bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut. Dijadikan kubu pertahanan untuk membantu Benteng Vijfhoek di pinggir Kali Grogol, sebelah timur Kali Angke, dalam rangka menanggulangi serangan-serangan sporadis pasukan Banten. Kubu tersebut kemudian dikenal dengan sebutan De Fluit, yang kemudian jadi Pluit hingga sekarang.


Dikoetip dari toelisannja Alwi Shihab di koran Repoeblika

Sunday, November 19, 2006

“ MAEN PUKULAN “ aliran SABENI



Tanah Abang, yang merupakan salah satu sentra perdagangan di Ibukota Jakarta dikenal sebagai salah satu sentra grosir pakaian yang terbesar di Indonesia bahkan ada yang berpendapat terbesar di Asia Tenggara.

Selain terkenal sebagai sentra perdagangan tekstil, Tanah Abang juga dikenal sejak dulu sebagai salah satu tempat yang melahirkan jago-jago silat (“maen pukulan”) salah satunya adalah Sabeni yang merupakan tokoh Betawi yang dikenal dengan jurus kelabang nyebrang dan merak ngigel. Jurus-jurus aliran Sabeni terkenal karena kecepatan dan kepraktisannya. Salah satu ciri khasnya adalah permainan yang rapat dan gerak tangan yang sangat cepat. Jurus-juru
Aliran Sabeni apabila ditelaah lebih jauh merupakan aliran yang mengutamakan penyerangan dan tidak memiliki kembang dan murni untuk beladiri, berbeda dengan aliran Betawi lainnya yang dapat dipergunakan untuk tarian/ngibing.

Sabeni lahir sekitar tahun 1860 di Kebon Pala Tanah Abang dari orang tua bernama Channam dan Piyah. Sabeni namanya mulai mengemuka setelah Sabeni mampu menghadapi salah satu Jago daerah kemayoran yang berjuluk Macan Kemayoran ketika hendak melamar puteri si Macan Kemayoran untuk dijadikan isteri. Selain itu Peristiwa-peristiwa lainnya antara lain pertarungan di Princen Park (saat ini disebut Lokasari) dimana Sabeni berhasil mengalahkan Jago Kuntau dari Cina yang sengaja didatangkan oleh pejabat Belanda bernama Tuan Danu yang tidak menyukai aktivitas Sabeni dalam melatih maen pukulan para pemuda Betawi dan yang sangat fenomenal adalah ketika Sabeni dalam usia lebih dari 83 tahun berhasil mengalahkan jago-jago beladiri Yudo dan Karate yang sengaja didatangkan oleh penjajah Jepang untuk bertarung dengan Sabeni di Kebon Sirih Park (sekarang Gedung DKI) pada tahun 1943 atas kemenangannya Sabeni dibebaskan dan diberi hadiah satu dus kaos singlet satu dus Handuk.

Sampai usia 84 tahun Sabeni masih mengajar maen pukulan (beliau mengajar hampir keseluruh penjuru jakarta bahkan untuk mendatangi tempat mengajar beliau biasanya berjalan kaki), sampai meninggal dunia dengan tenang dan didampingi oleh murid dan anak-anaknya pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 1945 atau 2 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dalam usia 85 Tahun, beliau dimakamkan di Jalan Kuburan Lama Tanah Abang, yang lalu atas perjuangan Bapak M. Ali Sabeni salah satu putera beliau oleh pemerintah daerah DKI diganti menjadi Jalan Sabeni.

Saat ini aliran Sabeni dilestarikan oleh anak dan keturunan dari Sabeni dan berpusat di daerah Tanah Abang, salah satunya adalah Bapak M. Ali Sabeni yang merupakan anak ke-7 dari Sabeni yang selain sebagai penerus Silat Sabeni juga seorang tokoh seniman Sambrah Betawi (Orkes Melayu Betawi). Karena faktor usianya yang sudah 72 tahun lebih, tugas melatih saat ini diserahkan kepada putera laki-lakinya Bang Izul. Dalam salah satu kesempatan Bapak M. Ali Sabeni mengutarakan keinginannya agar Silat Sabeni ini dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda agar warisan ini tidak hilang oleh gerusan zaman.

Aliran Sabeni Tenabang yang merupakan seni Maen Pukulan (“Pencak Silat”) ciptaan dari Engkong Sabeni (1860-1945), merupakan salah satu aliran Silat Betawi/Maen Pukulan yang berasal dari Betawi Tengah ( Tenabang/ Tanah Abang). Ciri khas dari salah satu seni Pencak Silat Betawi ini adalah permainan yang dekat/rapat serta pada keluwesan gerak dan kecepatan tangan yang disinkronisasikan dengan sabetan kaki untuk membanting.

Kecepatan pada aliran Sabeni merupakan hal penting dan wajib (bahkan saking cepatnya ada cerita yang menyatakan pada waktu Engkong Sabeni menunjukkan jurus-jurus inti, terkesan kakinya tidak menyentuh tanah), tanpa adanya kecepatan sulit untuk mengaplikasikan secara sempurna jurus-jurus serta teknik-teknik sabetan kaki dari Sabeni. Kecepatan dan keunikan gerakan aliran Sabeni inilah yang membuat aliran Sabeni merupakan aliran yang sangat disegani dan dihormati pada masa-masa Engkong Sabeni hidup, bahkan beberapa gerakan/jurusnya diaplikasikan oleh aliran lain sebagai pelengkap jurus-jurus aliran tersebut.

Aliran Sabeni memiliki 15 Jurus dasar yang terbagi atas Jalan Jurus dan Jurus Inti. Jurus yang terkenal dan melegenda di seantero Betawi adalah Jurus Kelabang Nyebrang dan Merak Ngigel. Ciri dari jurus kelabang nyebrang adalah gerakannya yang mengejar lawan dengan cepat seperti kelabang mengejar mangsanya berliku-liku, dengan dikombinasikan permainan tangan yang cepat tanpa henti yang dibarengi sesekali sabetan kaki kanan kiri secara bergantian. Jurus kelabang nyebrang ini apabila dilakukan dengan keluwesan dan kecepatan yang tinggi, memang akan sulit sekali untuk dihadapi karena konsentrasi lawan terpecah dua antara menghadapi serangan dari atas dan menghindari sabetan kaki agar tidak jatuh terbanting.

Selain Jurus Kelabang Nyebrang, Jurus Merak Ngigel juga tidak kalah tenarnya, banyak jago-jago baik dari Betawi maupun luar Betawi dijatuhkan dengan Jurus ini oleh Engkong Sabeni. Jurus Merak Ngigel memang unik, jurus ini meniru gerakan Merak yang sedang menari kasmaran membentangkan bulu-bulu ekornya sambil menggoyang-goyangkan pantatnya (“ngigel”) ke kanan dan ke kiri. Aplikasi pada jurus adalah bulu-bulu ekor merak digantikan oleh tangan yang membentang pendek di depan dada yang lalu menarik kedua tangan lawan ke dekat dada yang diteruskan dengan pukulan siku dan serangan bawah mempergunakan pinggul, apabila dilakukan pada waktu yang tepat dan kecepatan yang tinggi diikuti gerakan memutar dari tubuh seperti putaran per, dapat mengakibatkan lawan terpental cukup jauh. Jurus Merak Ngigel biasanya dipergunakan untuk pertarungan yang sangat dekat/hampir tanpa ruang, jurus ini memang indah sehingga diaplikasikan oleh anak-anak Institut Kesenian Jakarta (“IKJ”) dalam salah satu seni tari kreasi anak-anak IKJ.

Jurus inti lainnya yang aplikasinya sulit dan menguras tenaga adalah Selat Bumi yaitu penggabungan seluruh jurus dasar yang dimainkan dengan poisi kuda-kuda sangat rendah (hampir jongkok) dengan arah gerakan kaki berdasarkan arah anak mata angin. Jurus ini dimainkan awalnya dengan posisi kuda-kuda rendah lalu setelah selesai rangkaian jurusnya lalu dimainkan diatas setelah selesai kembali turun (naik-turun-naik-turun dst), sehingga sangat menguras tenaga. Jurus ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi selain dari faktor tenaga juga gerakan, karena harus mampu membanting lawan dengan sabetan kaki dalam posisi kuda-kuda sangat rendah.

Walaupun Aliran Sabeni berfokus kepada permainan tangan kosong tetapi aliran Sabeni juga mengenal permainan senjata yang hanya sebagai alat bantu yaitu Golok dan Cukin (kain panjang seperti selendang yang dililitkan di pinggang atau disampirkan di leher, berfungsi untuk menyabet tangan/kaki lawan serta mengambil senjata lawan). Kedua alat bantu ini baru diajarkan pada murid-murid yang sudah memasuki tahap kombinasi jurus.

Aliran Sabeni pada awalnya tidak mengenal adanya tingkatan-tingkatan murid, tetapi untuk lebih mempermudah metode pelatihan dan agar setiap orang yang belajar aliran Sabeni memiliki arah yang jelas, akhirnya ditentukan tingkatan-tingkatan murid seperti berikut:

1. Tingkat Dasar;
2. Tingkat Khataman Jurus;
3. Tingkat Kombinasi;
4. Tingkat Mualim.

Untuk tingkat dasar s/d tingkat kombinasi, standarnya adalah sekitar 3 tahun untuk pertemuan 2 minggu sekali, sedangkan untuk tingkat mualim (diberi hak untuk mengajar) dibutuhkan tambahan waktu 2 tahun menjadi assisten pelatih ditambah lulus penilaian akhlak dan moral oleh guru.

Penyebaran Aliran Sabeni memang sangat terbatas, karena seni Pencak Silat ini pada awalnya merupakan Pencak Silat Keluarga, tetapi seiring perkembangan zaman dan tuntutan pelestarian, seni Pencak Silat ini akhirnya diajarkan keluar, dimana fokusnya adalah anak-anak muda Tanah Abang.

Monday, August 14, 2006

TJERITA PROKLAMASI

Pada perundingan dirumah Maeda ada rencana untuk menyelenggarakan Proklamasi di Ikada. Tapi ternyata, pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diselenggarakan dimuka rumah Soekarno dijalan Pegangsaan Timur no 56. Soediro (Mantan Walikota saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan Pelopor) bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (tampak dalam foto proklamasi seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari, Soehoed melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya. Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa.
Demikian juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor) untuk melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara sangat penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai di kawedanaan dan Cutai-cutai dikecamatan banyak yang sudah dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri upacara penting. Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita sudah bocor ?.
Dia lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr Muwardi ternyata Proklamasi tidak jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir Soewirjo, Dr Muwardi, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik. Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Soekarno disambung pidato singkat, Pengerekan bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara pertama, Soekarno membaca Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta (foto 1 dan 2). Kemudian Soekarno berpidato singkat tanpa teks.
Untuk pengerekan bendera awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam lengkap PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah Putih (bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa hari sebelumnya). Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu Soehoed. Setelah berkibar, spontan hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melihat foto (3) Proklamasi, nampak membelakangi lensa Fatmawati dan Trimurti. Tampak Soekarno bersama Hatta lebih maju dari tempat berdiri saat pembacaan proklamasi. Sebuah foto lain (4) yang diambil dari belakang Soekarno, menggambarkan para hadirin lainnya yang berdiri dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para pemuda-mahasiswa Ika dai Gakko. Pada acara ketiga, Soewirjo yang dizaman Jepang menjabat wakil walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan peristiwa ini. Namun sampai hari ini tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan Soewirjo. Demikian juga tidak ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan mengisi acara keempat. Karena tiadanya dokumen, timbul pertanyaan apakah Dr Muwardi benar-benar berpidato ? Setelah upacara selesai berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang anggota pelopor yang dipimpin S.Brata. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan tempat, sehingga ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno membacakan lagi Proklamasi. Ahirnya Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi tidak dapat diulang. Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta untuk memberikan amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya.
Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI. Dalam buku Lahirnya Republik Indonesia, Soebardjo mengaku dibangunkan utusan Soekarno agar datang ke Pegangsaan Timur 56, tapi dia mengirim pesan minta maaf karena kelelahan akibat perjalanan pulang pergi Jakarta-Rengasdengklok dan mengikuti rapat dirumah Maeda. Soebardjo memang tidak nampak saat proklamasi. Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor istimewa, pelatih pencak silat menjadi pengawal Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai selesainya proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka baru datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang ini mengaku diutus Gunseikanbu untuk melarang Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya dengan tenang, menjawab bahwa Proklamasi sudah dilaksanakan. (diambil dari berbagai sumber sekitar Proklamasi)
Dikoetip dari http://sejarahkita.blogspot.com

Tuesday, August 08, 2006

NONGOL LAGEH

Alhamdulillah........
Akhirnya gw bisa balik lageh nyatronin ini blog. Setelah sekian lama gw istirohat dari ngeje-blog, ternyata kerinduan buat menulis tak bisa ditahan-tahan. Maap boat sodara-sodara yang mulei bosen dengan tampilan dan isi ini blog. Mungkin nanti deh kapan-kapan gw robah dikit demi dikit biar lebih baek.

Pasalnya, belakangan ini gw lage minat benget sama dunia fotografi. Semenjak punya kamera SLR bekas buatan negeri Hitler, pinginnya jeprat-jepret aje. Saban ari gw lakonin buat ubek-ubek situs tentang fotografi. Yaa daripada kursus ama Om Darwis, mendingan juga belajar dewek, otodidak gitu lah.

Ntar deh gw pampang hasil jepretan gw di mari. mudah-mudahan aja berkenan.

Nyok ahh....pamit dulu.....ada tugas nih


Monday, May 08, 2006

Orkest Gambang, Hasil Kesenian Tionghoa Peranakan di Djakarta

"Dan baboenja Tjio Kek bersembahjang: "Moehoen baba-besarnja si Bouw Tan tida mempoenjai isi-peroet....."

Gambang adalah satoe alat tetaboehan dari gamelan "Salendro" atawa "Pelog" jang telah dibawa masoek ka poelo Djawa, Madoera dan Bali oleh orang Hindoe jang datang di sini sambil menjiarken agama Budha.

Menoeroet riwajat Indonesia, bangsa Tionghoa sedari djeman Praboe Brawdijaja, Radja dari Madjapait, itoe masa kira-kira taon 1300 - soeda ada di sini. Karna saja bermaksoed boeat menoetoerken asal-oesoelnja "Orkest Gambang", maka gamelan "Salendro" dan "Pelog" saja tinggalken, dan saja adjak pembatja aken mentjari taoe, kenapa "Gambang Orchestra" digemarin oleh Peranakan Tionghoa sedari djeman doeloe sampe sekarang.

Boeat mendapetken keterangan sampe djelas betoel saja soeda poeteri Djakarta, bilangan Tangerang dan Bekassi. Orang-orang jang soeda toea, jang telah mendenger poela ini dari iaorang poenja leloehoer lagi, ada toetoerken apa jang saja toelis di bawah. Sanget menggoembiraken hati saja, saja telah bias dapetken noot dari lagoe-lagoe, jang kebanyakan dari pemaen-pemaen orkest gambang djeman sekarang tida mengarti, terketjoeali marika jang paham hoeroef Tionghoa.

Alat Orkest Gambang.
Alat ini ada gambang, soekong, hosiang, thehian gihian, kongngahian, sambian, soeling, pan (ketjrek) dan ningnong. Ningnong tjoema ditaboeh boeat lagoe-lagoe Pobin dan Mas Nona.

Lagoe-lagoe jang dimaenken ada:
POBIN: Matodjin, Si Djin Kwi Hwee Ke, Lui Kong, Tjoe Te Pan, Tjhia Pe Pan, It Ki Kim, Tay Peng Wan, Pek Bouw Tan, Tjay Tjoe Sioe (oentoek menghormat orang shedjit), Kim Hoa Tjoen, Lioe Tiauw Kim, Sie Say Hwee Ke, Ban Kim Hoa, Pat Sian Kwe Hay, Po Pan Tauw, Lian Hoa The, Tjay Tjoe Teng, Say Ho Liu, Hong Tian, Tjoan Na, Kie Seng Tjo, Tjiang Koen Leng, Tio Kong In, Sam Pauw Hoa, Pek Houw Tian, Kim Soen Siang, Phay In (hormaketken kebesaran), Kong Dji Lok.

Oentoek dimaenken oleh wajang Sin Pe.
Lagoenja: Tauw Tiat, Dji Tiat, Sam Tiat. - Tauw To, Dji To, Sam To, Si To, Gouw To, Lak To, Tjit To dan Pe To.

Acteur dan actrice wajang Sin Pe terdiri dari anak-anak di bawah oemoer, tjerita jang dimaenken tjerita Tionghoa, oepamanya tjerita "Sie Djin Kwi Tjeng Tang", dan bahasa jang digoenaken ada bahasa Tionghoa.

Lagoe-lagoe jang populair.
Lagoe-lagoe jang sanget populair di djeman doeloe adalah lagoe: Dempok, Temenggoeng, Menoelis, Engko si Baba, Indoeng-indoeng, Mas Nona, Djoengdjang Semarang, Bong Tjeng Kawin, Koelannoen Salah, Bangliau, Goenoeng Pajoeng, Petjah-piring dan Tandjoeng Boeroeng. Ini lagoe-lagoe boekannja oentoek mengibing, tapi oentoek mendapet taoe zanger atawa zangeres (Tjio Kek) poenja seni soeara.

Pada pemaen-pemaen gambang jang sekarang ada, saja perna minta marika maenken salah-satoe dari inilagoe-lagoe. Tapi marika tida bias perdengerken lagoe-lagoe jang terseboet di atas ini. Saja kagoem, almarhoem toean Lim Tjio San alias Serang telah bikin noot lagoe-lagoe jang saja soeda toetoerken di atas. Tjoema sanget menjesel Lagoe "Dempok" tida ada nootnja. Moengkin toean Tio Tek Hong, jang perna opname ini lagoe boeat plaatgramophoon, masih ada sedia itoe.

Sedari kapan Peranakan Tionghoa maenken Orkest Gambang?
Seperti saja soeda toetoerken di atas, orang tida bisa mendapet keterangan dengen djelas. Tetapi menoeroet orang-orang toea jang saja tanja, jang denger itoe iaorang poenja leloehoer, ada tjeritaken sebagimana di bawah ini:

Waktoe kapitein Nie Hoe Keng, jang di-interneer oleh G. G. Valckenier di Makassar, telah dimerdikaken oleh G. G. Baron Van Imhoff (1743), dengen dikepalai oleh satoe orang (boleh djadi toean Lim Beng jang kemoedian diangkat mendjadi kapitein), orang Tionghoa jang tinggal di dalem dan loear kota Djakarta telah bikin pesta. Boeat merameken itoe pesta marika membawa lima perangkat "Orkest Gambang". Tiap-tiap lagoe jang dimaenken, diperdengerken dengen itoe lima perangkat "orkest gambang". Dari itoe lima perangkat Gambang jang No. 1 (jang paling bagoes soeranja) dinamai "Si Matjan", no. 2, 3, dan 4 orang telah loepa namanja, sedeng jang no 5 dikasi nama "Si Koembang" dan sekarang ada djadi miliknja Gambang Orchestra Vereeniging "Ngo Hong Lauw". Menoeroet keterangan toean Nio Djit Seng, anggota bestuur dari Ngo Hong Lauw, ia dapetken "Si Koembang" di Pasar Kemis Tangerang dari tangannja orang Indonesia.

Seabisnja pesta itoe lima perangkat "Orkest Gambang" diserahken pada kapitein Nie Hoe Keng. Kemoedian ini lima perangkat alat tetaboehan djato pada major titulair Nie Hok Tjoan, jang kaloe saja tida kliroe ada Boejoet dari kapitein Nie Hoe Keng.

Kenapa Peranakan Tionghoa di Djakarta tjiptaken orkest gambang?
Peranakan Tionghoa di Priangan, Djawa Tengah, dan Djawa Timoer lebih banjak bergaoel dengen orang-orang Indonesia jang soeka maenken gamelan "Salendro" dan "Pelog". Lantaran terlaloe sering Peranakan Tionghoa di Priangan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer denger lagoe-lagoe Soenda dan Djawa, perasahan hatinja ketarik oleh itoe lagoe-lagoe dan laloe maenken sendiri gamelan. Tida heran, lantaran itoe di Priangan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer sampe sekarang Peranakan Tionhoa soeka dengen kesenian Indonesia (gamelan).

Di Djakarta betoel ada orang-orang Indonesia maenken Gamelan Salendro dan Pelog, tapi tjara menaboehnja tida begitoe haloes terdengernja seperti orang-orang dari Priangan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer. Dari sebab itoe, Peranakan Tionghoa di Djakarta terlebih senang mendenger Yang Khim jang dicombinatie dengen soekong, hosiang, thehian, kongngahian, sambian, soeling, pan dan ningnong.

Yang Khim pada doea ratoes taon jang laloe, tida gampang didapetnja. Sebab kita penja bangsa jang dating dari Tiongkok dengen memake praoe kebanjakan hanja bawa barang-barang jang bergoena dan harganja terlebih mahal, dan Yang Khim jang diboetoehi oleh Peranakan Tionghoa marika tida bawa, sebab itoe alat muziek tida semoeanja orang boetoehi. Dari sebab itoe Peranakan Tionghoa tjoba-tjoba mengambil gambang jang mendjadi alat dari gamelan jang biasa dimaenken oleh orang Indonesia, dan tjotjoki soeranja itoe dengen alat-alat muziek jang biasa dimaenken oleh bangsa Tionghoa, seperti soekong, hosiang, thehian, kongngahian, sambian dan soeling. Dalem itoe gambang orang dapetken soeara seperti hoeroef-hoeroef Tionghoa jang diberikoetken dalem ini artikel dan moelai itoe waktoe orang maenken gambang sebagi penggantinja Yang Khim menoeroet Noot jang orang Hokkian tjiptaken di itoe djeman.

Zanger dan Zangeres (Tjio Kek)
Pemaen-pemaen "Orkest Gambang" haroes ada orang-orang jang mengenal hoeroef Tionghoa, kerna goena maenken lagoe-lagoe Pobin, marika moesti menoeroet betoel pada noot. Tapi orang jang soeda banjak melatih bisa maenken lagoe-lagoe Pobin di loear kepala.

Boeat menggoembiraken pendenger dan pemaen "Orkest Gambang", orang tjari zanger jang loetjoe dan zangeres jang tjantik. Boeat mendapetken ini, tida begitoe gambang kalo tida mempoenjai oewang banjak. Jang koeat mempoenjai Tjio Kek (Zangeres) tjoema orang-orang jang mendjabat pangkat kapitein (Kaptoa), luitenant (Kapja) dan Sia-sia (anak-anak kapitein atawa luitenant).

Itoe Tjio Kek marika ambil dari gadis-gadis Indonesia jang tjantik, dibrikennja nama menoeroet namanja boenga-boenga di Tiongkok, jang haroem dan indah, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Bouw Tan dan laen-laen sebaginja.

Song Kang ada Toapekong dari Tjio Kek.
Bagi lelaki boekan sadja marika moesti mempoenjai tingkalakoe jang "loetjoe", bisa menjanji, djoega moesti mempoenjai kepandean maenken sala-satoe alat dari orkest gambang. Tida begitoe dengen orang-orang prampoean, asal sadja marika berparas tjantik lantas "baba-baba besar" dan "sia-sia" trima, maskipen marika moesti ongkosi segala-galanja, dan Tjio Kek prampoean jang soeda toea dibikin menjadi baboe oentoek merawat jang moeda, serta moesti briken peladjaran menjanji pada marika.

Tempat mengadjar itoe Tjio Kek prampoean jang moeda dan baroe orang namai "Koan Wajang". Ini koan ada mempoenjai Toapekong. Sesoeatoe Tjio Kek baroe, meskipoen ada bangsa Indonesia, dimoestikenoleh baboenja boeat bersoedjoet pada itoe Toapekong pagi dan sore. Toapekong jang marika poedja adalah…..Song Kang!

Tjio Kek prampoean bersembahjang pada Song Kang dengen pake samseng ajam, bebek dan kepiting. Di waktoe itoe samseng diatoer di atas medja, ajam dan bebek tidak memake darahnja, hatinja dan amplanja, begitoe djoega kepiting diboeka terlebih doeloe diangkat isi-peroetnja. Sembahjangan boekan dilakoeken pada The It dan Tjap Gouw seperti kita Thiam Hio pada Toapekong dan pada aboe-leloehoer, hanja pada The Djie dan Tjap Lak (Lebih djaoe saja djelasken, djika dalem satoe koan ada sepoeloeh Tjio Kek marika moesti sediaken tigapoeloeh samseng, jaitoe sepoeloeh ajam, sepoeloeh bebek dan sepoeloeh kepiting).

Di waktoe itoe Tjio Kek sembahjang, baboenja jang berdiri di sampingnja mengoetjap: soepaja baba besar si Bouw Tan poenja diri ada seperti itoe samseng jang dihidangken pada Toapekong. Ia soepaja tida mempoenjai isi-peroet, seperti djoega itoe kepiting jang soeda tida mempoenjai otak".

Menoeroet katanja salah-satoe Tjio Kek jang soeda toea betoel-betoel Song Kang menoeloeng pada marika jang soedjoet dengen soenggoe hati padanja - banjak baba kapitan sia loepa daratan, loepa anak-bini dan roemah tangga!

Tjio Kek jang beroentoeng (jang terkaboel maksoednja) tentoe dapet baba kapitan / sia jang lojar, marika dipakeken mas-inten seperti nona/njonja orang baek-baek. Meskipoen marika soeda ada mempoenjai baba kapitan / sia, sesoeatoe Tjio Kek moesti toeroet prentahnja kepada Kopan, dimana itoe Tjio Kek ada tinggal. Oempanja itu kepala Koan mendapet panggilan oentoek maenken gambangnja di salah-satoe roemah orang miskin jang koeat membajar, sedeng si Bouw Tan ada kepoenjahannja oepamanja, major, ia moesti pergi dan toeroet merameken djoega, dan pakean masintennja moesti dipake seantenronja sebagai tanda, bahoea ia ada Tjio Keknja orang hargawan dan pegang pangkat. Djoega baboenja moesti toeroet goena melajani ia.

Adanja ini peratoeran membikin pergaoelan orang berpangkat dan hartawan dengen orang jang koerang mampoe keliatannja erat sekali. Kenal atawa tida kenal, kaloe marika poenja Tjio Kek moesti maen di salah-satoe pesta mengawinken atawa orang shedjit, itoe baba-baba kapitan / sia moesti mengoendjoengi - kerna ia selempang, nanti ada orang jang brani "goelai" Tjio Keknja.

Oemoemnja bangsa Tionghoa di djeman doeloe, merajaken hari kawin teroetama dalem boelan Siegwee dan Pegwee jang paling banjak, kerna marika anggep, dalem itoe doea boelan ada jang paling banjak hari-hari baek eoentoek orang menikah. Lantaran adanja itoe kepertjajahan, Tjio Kek-Tjio Kek boleh dibilang djadi sanget repot.

Roeman-roemah plesiran orang berpangkat / hartawan boekan dinamai soehian, tapi "Kebon" atawa "Empang"
Di djeman Oey Tamba Sia (1862) persaingan mempoenjai Tjio Kek eilok ada heibat sekali. Boekan sadja dalem hal taboer dengen perhiasan mas-inten marika poenja Tjio Kek jang berharga mahal, poen djoega dalem hal pakeken Tjio Kek badjoe "koeroeng" soetra merah dengen kantjing tangan inten, jang biasa dipake oleh nona / njonja hartawan Tionghoa. Tjoema bedanja Tjio Kek ada memake tauwtjang (koentjir) dari benang soetra merah, jang kemoedian dibikinken konde, sementara nona/njonja hartawan tida memake itoe matjem perhiasan.

Boekan sadja persaingan memekaken Tjio Kek ada begitoe heibat, djoega roemah-roemah plesiran oentoek mendengerken "orkest gambang" orang bikin besar dan bagoes. Oey Tamba Sia bikin gedong di Antjol dengen nama "Bintang Mas" dengen dikoeliling oleh emang sepoeternja. Sajang ini gedong soeda roeboeh, tapi empang "Bintang Mas" sampe sekarang orang masih kenal.

Majoor Tan dan luitenant Oey, jang mendjadi saingan dari Oey Tamba Sia, tida maoe kalah boeat bersaing. Di Kampoen Baroe, Djakarta, ada satoe perceel jang loeas, dimana ada berdiri satoe gedong besar. Orang sekarang namai itoe perceel "Kebon Majoor". Di sitoelah adanja roemah plesir majoor Tan di djeman doeloe oentoek mendegeri iapoenja "Bouw Tan Hoa" menjanji dan pertoendjoeki actienja.

Luitenant Oey tida maoe kalah dalem persaingan. Boeat mengasi liat pada oemoem, bahoea ia poen sampe hartawan, ia beli satoe tanah particulier tida brapa djaoe dari kota Djakarta, di atas tanah mana ia telah berdiriken satoe gedong besar, gedong mana ada ditinggali oleh Tjio Keknja jang bernama Kim Hoa. Boeat menjenangken hantinja Kim Hoa, luitenan Oey ada sediaken satoe kreta koets (kreta koeroeng) dengen ampat ekor koeda. Kaloe Kim Hoa keisengan serta baba kapitannja tida ada, ia boleh pake itoe kreta dengan ditarik oleh ampat ekor koeda dateng di kota Djakarta.

Dari sebab Kim Hoa ada satoe gadis Indonesia jang terlahir dan mendjadi besar di satoe desa jang letaknja deket dengen kali Tjisedane, ia terkenal sebagi satoe antara wanita-wanita Indonesia jang pande bernang. Boeat kasi liat kepandeannja, luitenant Oey tida sajang keloarken oewang banjak, satoe zwembad telah dibikin dari batoe jang dikasi dateng dari Tiongkok dan dikerdjaken oleh toekang-toekang bangsa Tionghoa.

Kromong, kempoel, gendang dan gong mendjadi alat dari "orkest gambang".
Waktoe anak-anak dari Khouw Kap, Lie Kap, Souw Kap serta Tan Wangwee moelai djadi besar, marika mengarti, membikn roeman plesiran tjaranja Oey Tamba Sia, majoor Tan dan luitenant
Oey boekan sedikit ongkosnja. Marika ada mempoenjai pikiran gotong-rojong dan laloe berdami, soepaja di kota, Pasar Baroe, Pasar Senen dan Tanah Abang berdiriken satoe "soehian" oentoe plesir serta mendenger gambang dan soearanja Tjio Kek. Plesiran itoe dilakoeken tiap-tiap hari Minggoe dan hari-hari besar dengen bergiliran.

Bek Teng Tjoe, wijkmeester Tionghoa di Pasar Senen (sajang orang tida inget shehnja) telah kasi denger di soehiannja Tan Wangwe iapeonja kepandean maenken gambang dengen di-iring kromong, kempoel, gendang dan gong.

Pertjobahan wijkmeester Teng Tjoe telah berhasil. Lagoe-lagoe gambang ditaboeh dengen tambahan alat terseboet di atas membikin tambah goembira Tjio Kek dan pendenger-pendengernja. Dan moelai itoe waktoe lagoe-lagoe Soenda banjak dipake oleh orkest gambang. Djoega orang moelai brani pegang slendang boeat tjoba mengibing. Sedari itoe waktoe masjarakat Tionghoa kenal orkest gambang kromong (+ 1880).
Selaennja di waktoe orang pesta mengawinken atawa shedjit, gambang kromongnja Bek Teng Tjoe poen dipanggil boeat merajaken Taon Baroe Tionghoa sampe Tjap Go Meh, sebab dari orang hartawan sampe para orang miskin, kaloe marika tida panggil gambang kromongnja Bek Teng Tjoe, marika tida merasa telah samboet harian Taon Baroe dan telah merajaken pesta Goan Siauw....

Selagi namanja Bek Teng Tjoe begitoe kesohor, Bek Nam Ho dari Tanah Tinggi telah kasi denger iapoenja kepandean taboeh mangkok sajoer boeatan Tiongkok, jang dikasi aer di dalemnja boeat diakoeri soeranja pada Soekong dan Kongngahian.

Bek Nam Ho peonja pendapetan poen dapet samboetan anget dari bebrapa baba sia jang soeka plesir dengen gambang, tjoema gambang mangkok tida bisa dimaenken di moeka oemoem, sebab terlaloe soesah oentoek menjetemnja, dan djarang ada orang yang mempoenjai koeping begitoe terang seperti Bek Nam Ho.

Bek Tjoe Kong Koen dari Kampoeng Kwitang, meliat colleganja mendapet nama begitoe tinggi dalem kesenian gambang, laloe beli piano. Ini piano ia goenaken boeat beladjar sampe baek. Sesoedanja bisa maenken piano, ia tjoba akoerin soearanja dengen gambang, dari mana laloe tertjipta gambang-piano. Seperti djoega gambang kromong jang ditjiptaken oleh Bek Teng Tjoe, gambang pianonja Bek Tjoe Kong Koen sanget populair dalem kota Djakarta (+ 1900)

Lantaran terlaloe banjak soehian, kesenian gambang moendoer.
Bertambah banjaknja soehian dalem kota Djakarta membikin orang takoet peladjarken permaenan gambang. Njonja-njonja roemah jang sopan tida kasi anak-anaknja toeroet maen gambang, kerna di djeman blakangan pemoeda-pemoeda jang bisa maen gambang mendjadi "setan soehian" dengen kebanjakan mempoenjai tabeat ta’taoe maloe.

Toekang-toekang gambang liar sangat terpake oleh pendiri-pendiri soehian, boekan sadja kerna marika bisa maenken lagoe-lagoe "Gelatik ngoengoek" dan "Onde-onde" jang sangat digemarken oleh pemoeda-pemoeda jang soeka mabok-mabokan di soehian, hanja djoega sebab marika bisa membawa prampoean-prampoean tjantik dari kampoeng dan desanja.

Moelai itoe waktoe orang tida kenal lagi Koan Wajang, sebab itoe Tjio Kek-Tjio Kek boekan speciaal ditjari oleh "baba-baba", tapi marika dateng sendiri boeat....mentjari oentoeng. toapekong Song Kang, Tjio Kek-Tjio Kek blakangan tida kenal sama sekali.

Ngo Hong Lauw diberdiriken.
Dalem taon 1913 toean-toean Boe Gie Hong, Tan Tjoen Hong alias Endong, Lim Tjio San alias Serang, Tan Jan Tji serta bebrapa orang lagi, semoeanja achli pemaen gambang setjara doeloe,
dateng pada toean Khoe Siauw Eng, jang di itoe waktoe ada mendjadi secretaris dari Chineesche Raad (Kongkoan). Marika menerangken, lantaran adanja toeakng-toekang gambang liar, kesenian Peranakan Tionghoa aseli, jaitoe permaenan gambang dengan noot, soeda ampir mati. Kerna toekang-toekang gambang itoe telah meroesak lagoe-lagoe dengen maenken itoe setjara sembarangan oentoek orang-orang moeda mengibing sambil mabok-mabokan jang merendahken deradjat.

Tentoe sadja hal ini membikin orang jang tida mengarti kesenian gambang, jang sebetoelnja sanget haloes dan tinggi, djadi anggep, semoea orang jang soeka maen gambang ada orang-orang jang moraalnja rendah.

Toean Khoe Siauw Eng memang mengarti kesenian gambang dan ia njataken soeka trima diangkat mendjadi ketoea dari perkoempoelan Ngo Hong Lauw, jang itoe waktoe clubgebouwnja berada di Gang Torong.

Oleh kerna toean Khoe Siauw Eng sanget populair dalem masjarakat Tionghoa, dalem sedikit waktoe sadja Ngo Hong Lauw soeda mempoenjai anggota boekan sedikit. Dari sebab clubgebouwnja di Gang Torong ada terlaloe ketjil, toean Khoe telah menjewa satoe gedong di Gang Boeroeng. Di sini saban hari Minggoe atawa hari besar, orang bisa liat orang-orang berpangkat, hartawan dan orang orang dagang bangsa Tionghoa berkoempoel boeat mendengerken lagoe-lagoe doeloe dari gambang kromong.

Maskipoen Ngo Hong Lauw ada mempoenjai anggota banjak, boeat ongkos hidoep itoe pemaen-pemaen gambang, marik di-idjinken trima panggilan dari publiek Tionghoa jang hendak bikin pesta mengawinken atawa shedjit.

Waktoe toean Khoe Siauw Eng meninggal doenia, tida ada satoe offcier Tionghoa jang soeka gantiken djabatannja di Ngo Hong Lauw, lantaran mana tenaga keoewangan perkoempoelan ini semingin serat.

Menoeroet keterangan toean Nio Djit Seng, pemimpin sekarang dari Ngo Houw Lauw, dalem djeman pendoedoekan Djepang Ngo Hong Lauw telah dapetken crisis besar. Beroentoeng dengen ketegoehan hatinja toean-toean Tan Liauw Lioe dan Nio Djit Seng, Ngo Hong Lauw masiah bisa kasi denger pada oemoem kesenian Peranakan Tionghoa dari ratoesan taon blakangan ini.

Kedoea toean-toean itoe sanget menjesel, Peranakan Tionghoa jang mengarti hoeroef Tionghoa tida hargai kesenian ini, jang kalangannja sekarang amat terwates, jaitoe kota Djakarta, sepoeternja Tangeran dan sepoeternja Bekasi.

Kaloe di Semarang ada djoega Gambang Semarang, itoe asalnja tjangkokan dari orang-orang Djakarta. Apa jang di Djakarta dinamaken "Lagoe Kramat Karem" di Semarang diseboet "lagoe
Eng-ong (Iseng-iseng)". Seperti di Tiongkok poenja lagoe "Soemia" kita di Djakarta namaken "Lagoe Dajoen Sampan"!

Diketik ulang dari majalah Pantja Warna no. 9 Juni 1949, halaman 37 - 39.

sumber http://anaknagaberanaknaga.info

Sunday, April 02, 2006

PONDOK GEDE

Pada tahun 1775 seorang Belanda bernama Hooyman membangun sebuah gedung dengan selera campur aduk antar gaya Eropa dengan corak Jawa. Dituturkan oleh penulis Belanda bahwa interiornya dibuat dengan selera tinggi, kusen pintu dan jendela diberi ukiran indah serta langit-langit dan dindingnya diperelok denga pigura artifisial. Karena rumah ini besar, sekalipun pemiliknya merendah dengan menyebut Pondok, tetapi masyarakat setempat memanggil langoed tersebut sebagai Pondok Gede. Keberadaan Hooyman tidak banyak diceritakan dalam sejarah Pondok Gede.

Seperempat abad kemudian kepemilikan langoed Pondok Gede ini jatuh ke tangan Lendeert Miero. Dan ini orang yang aneh alias kontroversial.

Toean tanah Lendeert Miero alias Juda Leo Ezekiel adalah orang Yahudi asal Polandia yang ikut mencari nafkah di Betawi. Ia datang ke Betawi dalam keadan lontang-lantung, dan bisa bangkit menjadi Tuan Tanah kaya raya. Selain langoed Pondog Gede ia juga memiliki sebuah rumah mewah yang sampai sekarang (2003) masih bisa disaksiken kehebatannya. Gedung Arsip Nasional di terletak jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.

Setelah hidup sukses, kerjanya sehari-hari hanya bersenang-senang dan berpesta. Maklum kalau menurut pitutur Robert "Rich Dad Poor Dad" uang sudah bekerja untuknya. Salah satu kesenangan Lendeert adalah mengundang ratusan tamu bukan untuk merayakan hari ulang tahunnya melainkan hari kepedihannya.

Lho kok kepedihan?

Rupanya di masa mudanya ia pernah menjalani hidup susa(h) ia pernah jadi opas jaga atau centeng. Suatu hari ia terlanggar apes, kedapatan menggeros (tidur nyenyak) waktu jam kerja sehingga mendapat hukuman sebanyak 50 kali sabetan rotan dipantatnya. Cambukan ini dianggap pemicu untuk segera lepas landas dari kemiskinan.

Ia berhasil...

Sekalipun memiliki rumah di Betawi, tetapi ia sering mengunjungi istananya di Pondok Gede. Orang setempat menyebutnya pondok yang gede sehingga kawasan itu terkenal dengan nama Pondok Gede. Lendeert meninggal dalam usia 79 tahun dan dimakamkan di samping rumahnya di Pondok Gede. Tetapi makam itu dibongkar dan dijadikan rumah hunian penduduk. Bahkan nisannyapun dicongkel untuk umpak-umpak rumah. Kalau soal merusak kita bisa diunggulkan.

Rumahnya yang gede, pada 1992 dirobohkan untuk dijadikan Toserba.

Banyak pihak yang menyayangkan pembongkaran tersebut, tetapi siapa perduli dengan sejarah. Jadi kalau ada yang bertanya, kenapa namanya Pondok Gede padahal pondoknya tidak ada. Itulah jawabannya

Toelisannja Mimbar Sepoetro- Joeni 2003

Friday, March 31, 2006

PLESIRAN KE BANDOENG

(Djalan Asia Afrika)

Kita maen-maen nyok ke daerah yang lebih tinggi. Lewat Pucak pass, Cipanas, Cianjoer, Padalarang trus sampe deh. Emang lagi di mana sih kita nih? Ooo sekarang kita mau plesiran di Bandoeng Djawa Barat.

Ini kota dikenal juga sebagai Paris van Java artinya kota Parisnya pulau Jawa. Maksudnya apa tuh? Mungkin karena di kota ini banyak terdapat cafe, hotel, restorant, tempat jajanan, pusat-pusat mode sampai tempat perbelanjaan yang biasanya ramai dikunjungi orang. Selain itu di kota ini banyak terdapat bangunan-bangunan tua bersejarah peninggalan pemerintah Netherland East Indie jaman dulu.

Nah klo mau tau sejarahnya ini kota, mendingan ente baca-baca aja di sini http://www.geocities.com/bandungcity/history.htm.

Selain udaranya yang seger, di Bandung juga banyak terdapat makanan-makanan khas Sunda yang nikmat sekali. Waaahhh.... kagak asik dah klo cuma diceritain. Mending ente-ente pada siapin perbekalan buat plesir ke sono, OK


Enak nih naek sepeda di sekitar banceuy





Sudut lain jalan Braga





Ini kantoor Post guede banget ya





Nginep semaleman aja di sini





Ini Hotel preager, mewah banget




Naik Delman, anti macet, anti polusi





kampus ITB


courtesy : http://www.geocities.com/bandungcity/
k a m p u n g p i n g g i r a n
Copyright control : DinRabin-2005 # contact person : abyadh2003@yahoo.com #